KISAH NABI MUSA AS
Kumpulan Kisah Nabi
Nabi
Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani Israil
yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Fir'aun yang kejam dan
zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya'qub dengan ibu bernama Yukabad.
Setelah meningkat dewasa Nabi Musa beristerikan
dengan puteri Nabi Syu'aib yaitu Shafura.Dalam perjalanan hidup Nabi
Musa untuk menegakkan Islam dalam penyebaran risalah yang telah
diutuskan oleh Allah kepadanya ia telah dipertemukan beberapa orang nabi
diantaranya ialah bapa mertuanya Nabi Syu'aib, Nabi Harun dan Nabi
Khidhir.
Catatan :
Para
ahli tafsir berselisih pendapat tentang Syu'aib, mertua Nabi Musa.
Sebagian besar berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syu'aib A.S. yang
diutuskan sebagai rasul kepada kaum Madyan, sedang yang lain
berpendapat bahwa ia adalah orang lain yaitu yang dianggap adalah satu
kebetulan namanya Syu'aib juga. Wallahu A'lam bishawab
Raja Fir'aun yang memerintah Mesir pada saat kelahiran Nabi Musa,adalah seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenang.
Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman jiwa dan harta benda mereka,terutama Bani Israil yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan kesewenang-wenangan dari raja dan orang-orangnya.
Mereka merasa tidak tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah,walau pun berada dalam rumah mereka sendiri.
Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan dengan seorang hamba raja dan berdebar hati mereka karena ketakutan bila mendengar suara pegawai-pegawai kerajaan lewat di sekitar rumah mereka, apalagi bunyi sepatu mereka sudah terdengar di depan pintu.
Raja Fir'aun yang sedang mabuk kekuasaan itu, bergelimang dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya,bahkan mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya.
Pada suatu hari fir'aun terkejut oleh ramalan oleh seorang ahli nujum kerajaan yang datang menghadap raja dan memberitahu bahwa menurut firasat ramalannya,seorang bayi lelaki akan dilahirkan dari kalangan Bani Israil yang kelak akan menjadi musuh kerajaan dan bahkan akan membinasakannya.
Raja Fir'aun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan pencarian yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terlewat dari tindakan itu.
Maka dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tentaranya.Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya.
Raja Fir'aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang keamanan kerajaannya setelah mendengar laporan anggota kerajaannya,bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup.
Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dapat dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman "Kun" pasti akan wujud dan menjadi kenyataan "Fayakun".Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat menghalangi atau mengagalkannya.
Raja Fir'aun tidak pernahterlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim itu bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lahul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri dan akan diwarisi kelak oleh umat Bani Isra'il yang dimusuhi,dihina,ditindas dan dipenjara kebebasannya.
Bayi asuhnya itu laksana bunga mawar yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam.
Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya'qub sedang duduk seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti datangnya seorang bidan yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari dalam kandungannya itu.
Bidan datang dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sehat walafiat.
Dengan lahirnya bayi itu,maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasakan oleh setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali.
Ia merasa sedih dan khawatir bahwa bayinya yang sangat disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Fir'aun.
Ia mengharapkan agar bidan itu merahasiakan kelahiran bayi itu pada siapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan menyanggupi dan berjanji akan merahasiakan kelahiran bayi itu.
Setelah bayi mencapai tiga bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada dalam keadaan cemas dan khawatir terhadap keselamatan bayinya. Allah memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil.
Yukabad tidak boleh bersedih dan cemas ke atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul.
Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, maka dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad,setelah ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil.
Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahasia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan ditangan siapa akan jatuh peti yang punya arti sangat besar bagi perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada ibunya, isteri Fir'aun.
Yukabad yang segera diberitahu oleh anak perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi hampalah hatinya karena sedih dan hampir saja membuka rahasia peti itu, andai Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang telah diberikan kepadanya.
Raja Fir'aun ketika
diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di
dalam peti yang terapung di atas permukaan sungai Nil, segera
memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata kepada isterinya:
"Aku
khuatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan
penyebab kesedihan kita dan akan membinasakan kerajaan ku yang besar
ini."
Akan tetapi isteri Fir'aun yang sudah terlanjur menaruh simpati
dan sayang terhadap bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada
suaminya:
"Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang
kepadanya dan lebih baik kita ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak
ia akan berguna dan bermanfaat bagi kita. Hatiku sangat tertarik kepadanya
dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayangmu".
Demikianlah jika
Allah Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka dimudahkanlah jalan
bagi terlaksananya takdir itu.
Maka selamatlah nyawa putera Yukabad yang
telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi rasul-Nya, menyampaikan
amanat wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang sudah sesat.
Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir'aun, bererti air dan pohon (Mu=air , Sa=pohon) sesuai dengan tempat ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana beberapa inang untuk menjadi ibu susuan Musa.
Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Fir'aun, bererti air dan pohon (Mu=air , Sa=pohon) sesuai dengan tempat ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana beberapa inang untuk menjadi ibu susuan Musa.
Akan tetapi setiap inang yang
mencoba memberi air susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedot
dari setiap susu yang diletakkan ke bibirnya.
Dalam keadaan isteri
Fir'aun sedang bingung memikirkan bayi angkatnya yang enggan menyusu dari
sekian banyak inang yang didatangkan ke istana, datanglah kakak Musa
menawarkan seorang inang lain yang mungkin diterima oleh bayi itu.
Atas pertanyaan keluarga Fir'aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi itu, berkatalah kakak Musa:
Atas pertanyaan keluarga Fir'aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi itu, berkatalah kakak Musa:
"Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan
ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan
selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dapat menerima air susu
ibu keluarga itu".
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir'aun
dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang
bayaran.Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedotlah
air susu ibu kandungnya itu dengan sangat lahapnya.
Kemudian diserahkan
Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menyusui dengan
imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah
kepada Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Setelah selesai masa menyusuinya,dikembalikan Musa oleh ibunya ke istana, di mana ia di asuh, dibesarkan dan dididik sebagaimana anak-anak raja yang lain.
Setelah selesai masa menyusuinya,dikembalikan Musa oleh ibunya ke istana, di mana ia di asuh, dibesarkan dan dididik sebagaimana anak-anak raja yang lain.
Ia mengendarai kenderaan Fir'aun dan berpakaian sesuai dengan
cara-cara Fir'aun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai Musa bin
Fir'aun.
Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam Al-Quran dari ayat 4 - 13 dalam surah "Al-Qashash"
Sejak ia dikembalikan ke istana oleh ibunya setelah disusui,Musa hidup sebagai salah seorang dari keluarga kerajaan hingga mencapai usia dewasanya, dimana ia memperoleh asuhan dan pendidikan sesuai dengan tradisi istana.
Allah mengaruniai nya hikmah dan pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikaruniai oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui dan sadar bahwa ia hanya seorang anak angkat di istana dan tidak setitik darah Fir'aun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah keturunan Bani Isra'il yang ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya oleh kaum Fir'aun.
Karena hal itu, Musa berjanji kepada dirinya akan menjadi pembela kepada kaumnya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para penguasa.
Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada orang-orang yang teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah lorong di waktu tengah hari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika penduduknya sedang tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang dari golongan Bani Isra'il bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Fir'aun bernama Fa'tun.
Musa yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat dan lenih besar itu, segera melontarkan pukulan dan tumbukannya kepada Fatun yang seketika itu jatuh rebah dan menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Musa terkejut melihat Fatun, orang Fir'aun itu mati karena tumbukannya yang tidak disengajakan dan tidak berniat membunuhnya. Ia merasa berdosa dan beristighfar kepada Allah memohon ampun atas perbuatannya yang tidak sengaja, telah melayang nyawa salah seorang dari hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbincangan publik dan menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang Israil lah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Anggota dan pasukan keamanan negara di sebarkan ke seluruh pelosok kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya hanya diketahui oleh Samiri dan Musa saja.
Akan tetapi, walaupun tidak orang ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut dan berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu bila sampai tercium oleh pihak penguasa.
Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati menghindari kemungkinan terbongkarnya rahasia pembunuhan yang ia lakukan tatkala ia terjebak lagi tanpa disengaja dalam suatu perbuatan yang menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari.
Musa bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun,juga dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah seorang dari kaum Fir'aun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta pertolongannya.
Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata menegur Samiri: "Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat."
Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya, lalu berteriaklah Samiri berkata:
"Apakah engkau hendak membunuhku sebagaimana engkau telah membunuh seorang kemarin? Rupanya engkau hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan orang yang menciptakankan kedamaian".
Kata-kata Samiri itu segera tertangkap orang-orang Fir'aun, yang dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang mencari jejaknya.
Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir, yang akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa dan membunuhnya sebagai balasan terhadap matinya seorang dari kalangan kaum Fir'aun.
Selagi orang-orang Fir'aun mengatur rencana menangkap Musa, seorang lelaki salah satu sahabatnya datang dari ujung kota memberitahukan kepadanya dan menasihati agar segera meninggalkan Mesir, karena para penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap.
Lalu keluarlah Musa tergesa-gesa meninggalkan Mesir,sebelum anggota polisi sempat menutup serta menjaga pintu-pintu gerbangnya.Tentang isi cerita ini, terdapat dalam al-Quran yang dapat di baca di dalam surah "Al-Qashshas" ayat 14 - 21.
Dengan berdoa kepada Allah:
"Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari segala tipu daya orang-orang yang zalim"
keluarlah Nabi Musa dari kota Mesir seorang diri, tiada pembantu selain inayah Allah,tiada kawan selain cahaya Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan takwa kepada Allah.
Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih karena meninggalkan tanah airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh Allah dari buruan kaum fir'aun yang ganas dan kejam itu.
Setelah menjalani perjalanan selama delapan hari delapan malam dengan tanpa alas kaki,sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu'aib yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestina.
Nabi Musa beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang untuk menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh,berdiam seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buronan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi dan kepada siapa ia harus bertamu,di tempat di mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada sahabat dan saudara.
Dalam keadaan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air untuk memberi minum ternaknya masing-masing,sedang tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minum kepada ternaknya, jika para penggembala lelaki sudah selesai dengan tugasnya.
Musa merasa kasihan melihat kepada dua orang gadis itu yang sedang menanti lalu dihampirinya dan ditanya :"Gerangan apakah yang kamu tunggu di sini?"
Kedua gadis itu menjawab: "Kami hendak mengambil air dan memberi minum ternak kami,namun kami tidak dapat berdesak dengan lelaki yang masih berada di situ.Kami menunggu sampai mereka selesai memberi minum ternak mereka.Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini karena ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak dapat berdiri,apalagi untuk datang ke mari".
Lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun diambilnyalah timba kedua gadis itu oleh Musa dan sejurus kemudian dikembalikannya kepada mrk setelah terisi air penuh sedang sekeliling sumber air itu masih padat di keliling para pengembala.
Setibanya kedua gadis itu di rumah berceritalah keduanya kepada ayah mereka tentang pengalamannya dengan Nabi Musa yang karena pertolongannya yang tidak diminta itu mereka dapat lebih cepat kembali ke rumah dari biasanya. Ayah kedua gadis yang bernama Syu'aib itu tertarik dengan cerita kedua puterinya.
Ia ingin berkenalan dengan orang yang baik hati itu yang telah memberi pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya dan sekaligus mengucapkan terimakasih kepadanya. Ia menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke rumah.
Dengan malu-malu pergilah puteri Syu'aib menemui Musa yang masih berada di bawah pohon dan masih melamun.Dalam keadaan letih dan lapar Musa berdoa: "Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu dan memerlukan kebaikan sedikit makanan yang Engkau turunkan kepadaku."
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya: "Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekadar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan air bagi ternak kami."
Musa sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan dikenali orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan senang hati.Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia menerimanya dengan penuh ramah-tamah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.
Dalam berbincang-bincang dan bercakap-cakap dengan Syu'aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut usianya itu Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pada dirinya di Mesir sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan tanah airnya untuk menghindari hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Fir'aun terhadap dirinya.
Berkata Syu'aib setelah mendengar kisah tamunya: "Engkau telah lepas dari pengejaran orang-orang yang zalim dan ganas itu adalah berkat rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di sebuah tempat yang aman di rumah kami ini,di mana engkau akan tinggal dengan tenang dan tentram selama engkau suka."
Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu'aib sebagai tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur.
Yang mana telah menimbulkan rencana di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu'aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka.
Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: "wahai ayah! jadikanlah Musa sebagai pembantu kami,mengurusi urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan bisa dipercayai."
Saran gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah,menunjukkan sikap bergaul yang santun perilaku yang hormat dan sopan,serta ringan tangan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.
Diajaklah Musa berunding oleh Syu'aib dan berkatalah kepadanya:
"Wahai Musa! Tertarik oleh sikapmu yang santun dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur,selama engkau berada di rumah ini,dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut,maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantu, mengawinkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini."
"Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai maskawinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama delapan tahun mengurus penternakan kami dan urusan rumahtangga yang memerlukan tenagamu"
"Dan aku sangat berterima kasih kepada mu bila engkau secara suka rela mau menambah dua tahun di atas delapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu."
Nabi Musa sebagai buruan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di negeri orang sebagai perantau, tiada sanak saudara,tiada sahabat.Langsung menerima tawaran Syu'aib itu dan menganggapnya sebagai karunia dari Tuhan yang akan mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang pemuda yang memerlukan teman hidup untuk bersama menanggung beban kehidupan dengan segala suka dan dukanya.
Ia segera tanpa berfikir panjang berkata kepada Syu'aib:
"Aku merasa sangat bahagia, bahwa tuan berkenan menerimaku sebagai menantu, semoga aku tidak mengecewakan harapan tuan yang telah berjasa kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah, kemudian dijadikan sebagai menantu, suami kepada anak puterinya.Syarat kerja yang tuan kemukakan sebagai maskawin,aku setujui dengan penuh tanggungjawab da dengan senang hati."
Setelah masa delapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu'aib ditambah dengan suka rela dilampaui oleh Musa, dikawinkanlah ia dengan puterinya yang bernama Shafura.Dan sebagai hadiah perkawinan diberinyalah pasangan penganti baru itu oleh Syu'aib beberapa ekor kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri.
Pemberian beberapa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syu'aib kepada Musa yang selama ini di bawah pengurusannya,penternakan Syu'aib menjadi berkembang biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat ganda.
Bacalah tentang kisah ini di dalam ayat 22 sampai ayat 28, surah "Al-Qashash" juz 20.
Sepuluh
tahun lebih Musa meninggalkan Mesir tanah airnya, sejak ia melarikan
diri dari buruan kaum Fir'aun.Satu waktu yang cukup lama bagi
seseorang dapat bertahan menyimpan rasa rindunya kepada tanah air,tempat
tumpah darahnya,walaupun ia tidak pernah merasakan kebahagiaan hidup
di dalam tanah airnya sendiri.
Apalagi seorang seperti Musa yang mempunyai kenang-kenangan hidup yang indah selama ia berada di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga kerajaan yang megah dan mewah,maka wajarlah bila ia merindukan Mesir,tanah tumpah darahnya dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura, puteri Syu'aib.
Bergegaslah Musa berserta isterinya mengemasi barang dan menyediakan kendaraan lalu meminta diri pada orang tuanya dan berangkatlah menuju ke selatan menghindari jalan umum supaya tidak diketahui oleh orang-orang Fir'aun yang masih mencarinya.
Setibanya di "Thur Sina" tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit.
Ia berhenti lalu lari ke arah api itu sambil berkata kepada isterinya:
"Tunggallah kamu disini. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa suluh api untuk menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kedinginan."
Ketika Musa sampai ke tempat api itu terdengar olehnya suara seruan kepadanya datang dari sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah.
Suara seruan yang didengar oleh Musa itu ialah:
"Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu(alas kaki).Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat Aku."
Itulah wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda kenabiannya,di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap kaum Fir'aun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa: "Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!"
Suatu pertanyaan yang mengadung arti yang lebih dalam dari apa yang dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawabannya yang sederhana. "Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku."
Maksud dan arti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru dimegerti dan difahami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah berseru kepadanya:
"Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan asal."
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syu'aib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya perintah itu, tangannya menjadi putih cemerlang tanpa cacat atau penyakit.
Bacalah tentang kisah di atas dalam surah "Thaahaa" ayat 9 sehingga 23 juz 16.
Apalagi seorang seperti Musa yang mempunyai kenang-kenangan hidup yang indah selama ia berada di tanah airnya sendiri selaku seorang dari keluarga kerajaan yang megah dan mewah,maka wajarlah bila ia merindukan Mesir,tanah tumpah darahnya dan ingin pulang kembali setelah ia beristerikan Shafura, puteri Syu'aib.
Bergegaslah Musa berserta isterinya mengemasi barang dan menyediakan kendaraan lalu meminta diri pada orang tuanya dan berangkatlah menuju ke selatan menghindari jalan umum supaya tidak diketahui oleh orang-orang Fir'aun yang masih mencarinya.
Setibanya di "Thur Sina" tersesatlah Musa kehilangan pedoman dan bingung manakah yang harus ia tempuh. Dalam keadaan demikian terlihatlah oleh dia sinar api yang nyala-nyala di atas lereng sebuah bukit.
Ia berhenti lalu lari ke arah api itu sambil berkata kepada isterinya:
"Tunggallah kamu disini. Aku pergi melihat api yang menyala di atas bukit itu dan segera aku kembali. Mudah-mudahan aku dapat membawa satu berita kepadamu dari tempat api itu atau setidak-tidaknya membawa suluh api untuk menghangatkan badanmu yang sedang menggigil kedinginan."
Ketika Musa sampai ke tempat api itu terdengar olehnya suara seruan kepadanya datang dari sebatang pohon kayu di pinggir lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi Allah.
Suara seruan yang didengar oleh Musa itu ialah:
"Wahai Musa! Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu(alas kaki).Sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya aku ini adalah Allah tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingat Aku."
Itulah wahyu yang pertama yang diterima langsung oleh Nabi Musa sebagai tanda kenabiannya,di mana ia telah dinyatakan oleh Allah sebagai rasul dan nabi-Nya yang dipilih Nabi Musa dalam kesempatan bercakap langsung dengan allah di atas bukit Thur Sina itu telah diberi bekal oleh Allah yang Maha Kuasa dua jenis mukjizat sebagai persiapan untuk menghadap kaum Fir'aun yang sombong dan zalim itu.
Bertanyalah Allah kepada Musa: "Apakah itu yang engkau pegang dengan tangan kananmu hai Musa!"
Suatu pertanyaan yang mengadung arti yang lebih dalam dari apa yang dapat ditangkap oleh Nabi Musa dengan jawabannya yang sederhana. "Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya dan aku pukul daun dengannya untuk makanan kambingku. Selain itu aku dapat pula menggunakan tongkatku untuk keperluan-keperluan lain yang penting bagiku."
Maksud dan arti dari pertanyaan Allah yang nampak sederhana itu baru dimegerti dan difahami oleh Musa setelah Allah memerintahkan kepadanya agar meletakkan tongkat itu di atas tanah, lalu menjelmalah menjadi seekor ular besar yang merayap dengan cepat sehingga menjadikan Musa lari ketakutan. Allah berseru kepadanya:
"Peganglah ular itu dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan asal."
Maka begitu ular yang sedang merayap itu ditangkap dan dipegang oleh Musa, ia segera kembali menjadi tongkat yang ia terima dari Syu'aib, mertuanya ketika ia bertolak dari Madyan.
Sebagai mukjizat yang kedua, Allah memerintahkan kepada Musa agar mengepitkan tangannya ke ketiaknya yang nyata setelah dilakukannya perintah itu, tangannya menjadi putih cemerlang tanpa cacat atau penyakit.
Bacalah tentang kisah di atas dalam surah "Thaahaa" ayat 9 sehingga 23 juz 16.
Raja
Fir'aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan
pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari
bangsa Egypt yang merupakan penduduk peribumi dan bangsa Israil yang
merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana penindasan, tidak
merasa aman nyawa dan harta bendanya.
Tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani Isra'il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir'aun sendiri.
Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir'aun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Isra'il. ia menyatakan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja.
Dan dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moral dan akhlak.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir'aun sebagai Rasul-Nya, mengajak beriman kepada Allah, menyadarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana rakyatnya yang lain.
Sehingga tidak sepatutnya menuntut agar orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahwa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.
Nabi Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan, selalu dibayang oleh ketakutan kalau-kalua peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Fir'aun.
Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak sengaja itu dengan hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di tengah-tengah mereka.
Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kepada tanah tumpah darahnya dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang mungkin akan dihadapi.
Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur Sina. Nabi Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir'aun, Maka dengan perintah Allah yang berfirman yang artinya :
"Pergilah engkau ke Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas".
Segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir'aun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya untuk menentramkan hatinya berucaplah Musa kepada Allah:
"Aku telah membunuh seorang dari mereka , maka aku khawatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebihe fasih (lancar) lidahnya dan lebih cakap daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah."
Allah berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir'aun dengan diiringi firman Allah:
"Janganlah kamu berdua takut dan khawatir akan disiksa oleh Fir'aun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku mendengar serta melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara kamu dan Fir'aun."
"Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut sadarkanlah ia dari kesesatannya dan ajaklah ia beriman dan bertauhid, meninggalkan kezaliman dan kecongkakannya kalau-kalau dengan sikap yang lemah lembut dari kamu berdua ia akan ingat pada kesesatan dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan kecongkakannya."
Isi cerita di atas terdapat dalam Qur'an ayat 33 - 35 surah "Al-Qashash" dan ayat 42 - 47 surah "Thaha".
Tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani Isra'il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir'aun sendiri.
Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir'aun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Isra'il. ia menyatakan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja.
Dan dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moral dan akhlak.
Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir'aun sebagai Rasul-Nya, mengajak beriman kepada Allah, menyadarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana rakyatnya yang lain.
Sehingga tidak sepatutnya menuntut agar orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahwa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.
Nabi Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan, selalu dibayang oleh ketakutan kalau-kalua peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Fir'aun.
Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak sengaja itu dengan hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di tengah-tengah mereka.
Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kepada tanah tumpah darahnya dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang mungkin akan dihadapi.
Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur Sina. Nabi Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir'aun, Maka dengan perintah Allah yang berfirman yang artinya :
"Pergilah engkau ke Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas".
Segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir'aun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya untuk menentramkan hatinya berucaplah Musa kepada Allah:
"Aku telah membunuh seorang dari mereka , maka aku khawatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebihe fasih (lancar) lidahnya dan lebih cakap daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah."
Allah berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir'aun dengan diiringi firman Allah:
"Janganlah kamu berdua takut dan khawatir akan disiksa oleh Fir'aun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku mendengar serta melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara kamu dan Fir'aun."
"Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut sadarkanlah ia dari kesesatannya dan ajaklah ia beriman dan bertauhid, meninggalkan kezaliman dan kecongkakannya kalau-kalau dengan sikap yang lemah lembut dari kamu berdua ia akan ingat pada kesesatan dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan kecongkakannya."
Isi cerita di atas terdapat dalam Qur'an ayat 33 - 35 surah "Al-Qashash" dan ayat 42 - 47 surah "Thaha".
Akhirnya diperoleh kesempatan oleh Musa dan Harun, menemui raja Fir'aun yang menyatakan dirinya sebagai tuhan itu, setelah menempuh beberapa rintangan yang lazim ditemui oleh orang yang ingin bertemu dengan raja pada waktu itu.
Pertemuan Musa dan Harun dengan Fir'aun dihadiri pula oleh beberapa anggota pemerintahan dan para penasihatnya.
Bertanya Fir'aun kepada mereka berdua:: "Siapakah kamu berdua ini?"
Musa menjawab: "Kami, Musa dan Harun adalah pesuruh Allah kepadamu agar engkau membebaskan Bani Isra'il dari perbudakan dan penindasanmu dan menyerahkan mereka kepada kami agar menyembah kepada Allah dengan bebas dan lepas dari siksaanmu."
Fir'aun yang segera mengenal Musa berkata kepadanya:
"Bukankah engkau adalah Musa yang telah kami asuh sejak masa bayimu dan tinggal bersama kami dalam istana sampai mencapai usia remajamu,mendapat pendidikan dan pengajaran yang menjadikan engkau pandai? Dan bukankah engkau yang melakukan pembunuhan terhadap seorang dari golongan kami? Sudahkah engkau lupa itu semuanya dan tidak ingatkah akan kebaikan dan jasa kami kepada kamu?"
Musa menjawab:
"fakta bahwa engkau telah memelihara aku sejak masa bayiku, itu bukanlah suatu jasa yang dapat engkau banggakan.Karena jatuhnya aku ke dalam tanganmu adalah akibat kekejaman dan kezalimanmu tatkala engkau memerintah agar orang-orangmu menyembelih setiap bayi-bayi laki yang lahir,sehingga ibuku terpaksa membiarkan aku terapung di sungai Nil di dalam sebuah peti yang kemudian diambil oleh isterimu dan selamatlah aku dari penyembelihan yang engkau perintahkan."
"Sedang mengenai pembunuhan yang telah aku lakukan itu adalah akibat godaan syaitan yang menyesatkan, namun peristiwa itu akhirnya merupakan suatu rahmat dan barokah yang terselubung bagiku."
"Sebab dalam perantauanku setelah aku melarikan diri dari negerimu,Allah mengaruniai aku dengan hikmah dan ilmu serta mengutus aku sebagai Rasul dan pesuruh-Nya. Maka dalam rangka tugasku sebagai Rasul datanglah aku kepadamu atas perintah Allah untuk mengajak engkau dan kaummu menyembah Allah dan meninggalkan kezaliman dan penindasanmu terhadap Bani Isra'il."
Fir'aun bertanya: "Siapakah Tuhan yang engkau sebut-sebut itu, hai Musa? Adakah tuhan di atas bumi ini selain aku yang patut di sembah dan dipuja?"
Musa menjawab: "Ya,yaitu Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu serta Tuhan seru sekalian alam."
Tanya Fir'aun: "Siapakah Tuhan seru sekali alam itu?"
Musa menjawab: "Ialah Tuhan langit dan bumi dan segala apa yang ada antara langit dan bumi."
Berkata Fir'aun kepada para penasihatnya dan pembesar-pembesar kerajaan yang berada disekitarnya. Sesungguhnya Rasul yang diutus kepada kamu ini adalah seorang yang gila kemudia ia balik bertanya kepada Musa dan Harun: "Siapakah Tuhan kamu berdua?"
Musa menjawab: "Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap makhluk sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi petunjuk kepadanya."
Fir'aun bertanya: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu yang tidak mempercayai apa yang engkau ajarkan ini dan malahan menyembah berhala dan patung-patung?"
Musa menjawab:
"Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku. Jika Dia telah menurunkan azab dan siksanya di atas mereka maka itu adalah karena kecongkakan dan kesombongan serta keengganan mereka kembali ke jalan yang benar."
"Jika Dia menunda azab dan siksa mereka hingga hari kiamat, maka itu adalah kehendak-Nya yang hikmahnya kami belum mengetahuinya. Allah telah mewahyukan kepada kami bahwa azab dan siksanya adalah benar."
Fir'aun yang sudah tidak berdaya menolak dalil-dalil Nabi Musa yang diucapkan secara tegas dan berani merasa tersinggung kehormatannya sebagai raja yang telah menganggap dirinya tuhan,lalu menunjukan amarahnya dan berkata kepada Musa secara mengancam:
"Hai Musa! jika engkau mengakui tuhan selain aku, maka pasti engkau akan kumasukkan ke dalam penjara."
Musa menjawab:
"Apakah engkau akan memenjarakan aku walaupun aku dapat memberikan kepadamu tanda-tanda yang membuktikan kebenaran dakwahku?"
Fir'aun menentang dengan berkata: "Datanglah tanda-tanda dan bukti-bukti yang nyata yang dapat membuktikan kebenaran kata-katamu jika engkau benar-benar kau tidak berdusta."
Dialog {mujadalah} antara Musa dan Fir'aun sebagaimana diuraikan di atas dpt dibaca dalam surah "Asy-Syu'ara" ayat 18 - 31 juz 19.
Menjawab tentangan Fir'aun yang menuntut bukti atas kebenarannya Musa dengan serta-merta meletakkan tongkat mukjizatnya di atas yang segera menjelma menjadi seekor ular besar yang melata menghadap ke Fir'aun.
Karena ketakutan melompat lari dari singgahsananya melarikan diri seraya berseru kepada Musa:
" Hai Musa demi asuhanku kepadamu selama delapan belas tahun panggillah kembali ularmu itu." Kemudian dipeganglah ular itu oleh Musa dan kembali menjadi tongkat biasa.
Berkata Fir'aun kepada Musa setelah hilang dari rasa heran dan takutnya:
"Adakah bukti yang dapat engkau tunjukkan kepadaku?"
"Ya, lihatlah." Musa menjawab serta memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya. Kemudian tatkala tangannya dikeluarkan dari sakunya, bersinarlah tangan Musa itu menyilaukan mata Fir'aun itu dan orang-orang yang sedang berada disekelilingnya.
Fir'aun sebagai raja yang menyatakan dirinya sebagai tuhan tentu tidak akan mudah begitu saja menyerah kepada Musa bekas anak angkatnya,walaupun kepadanya telah diperlihatkan dua mukjizat.
Ia bahkan berkata kepada kaumnya yang ia khawatir akan terpengaruh oleh kedua mukjizat Musa itu bahwa itu semuanya adalah perbuatan sihir dan bahwa Musa dan Harun adalah ahli sihir yang mahir yang datang dengan maksud menguasai Mesir dan para penduduknya dengan kekuatan sihirnya itu.
Fir'aun dianjurkan oleh penasihatnya yang dikepalai oleh Haman agar mematahkan sihir Musa dan Harun itu dengan mengumpulkan ahli-ahli sihir yang terkenal dari seluruh daerah kerajaan untuk bertanding melawan Musa dan Harun.
Anjuran itu disetujui oleh Fir'aun yang merasa itu adalah fikiran yang tepat dan jalan yang terbaik untuk melumpuhkan kedua mukjizat Allah yang oleh mereka dianggapnya sebagai sihir. Anjuran itu lalu ditawarkan kepada Musa yang seketika tanpa ragu-ragu sedikit pun menerima tentangan Fir'aun untuk beradu dan bertanding melawan ahli-ahli sihir.
Musa berkeyakinan penuh bahwa dengan perlindung Allah ia akan keluar sebagai pemenang dalam pertarungan itu, pertandingan antara perbuatan sihir yang diilham oleh syaitan melawan mukjizat yang dikaruniakan oleh Allah.
Pada suatu hari raya kerajaan telah disepakati untuk mengadakan hari pertandingan sihir maka berduyun-duyunlah penduduk kota menuju ke tempat yang telah ditentukan untuk menyaksikan pertandingan sihir yang buat pertama kalinya diadakan di kota Mesir.
Sudah ada di tempat tersebut ahli-ahli sihir yang terhebat yang telah dikumpulkan dari seluruh wilayah kerajaan masing-masing membawa tongkat, tali dan lain-lain alat sihirnya.
Mereka cukup bersemangat dan akan berusaha sepenuh kepandaian mereka untuk memenangi pertandingan. Mereka telah dijanjikan oleh Fir'aun akan diberi hadiah dan uang dalam jumlah yang besar bila berhasil mengalahkan Musa dengan mematahkan sihirnya.
Setelah segala sesuatu selesai disiapkan dan masing-masing pembesar negeri sudah mengambil tempatnya mengelilingi raja Fir'aun yang telah duduk di atas kursi singgasananya maka pertandinganpun dimulai. Kemudian atas persetujuan Musa dipersilakan para lawannya beraksi lebih dahulu memperlihatkan kepandaian sihirnya.
Segeralah ahli-ahli sihir Fir'aun menujukan aksinya melemparkan tongkat dan tali mereka ke tengah-tengah lapangan.
Musa merasa takut ketika terbayang bahwa tongkat-tongkat dan tali-tali itu seakan-akan ular-ular yang merayap cepat. Namun Allah tidak mebiarkan hamba utusan-Nya berkecil hati menghadapi tipu-daya orang-orang kafir itu.
Allah berfirman kepada Musa disaat ia merasa cemas itu: "Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! engkau adalah yang lebih unggul dan akan menang dalam pertandingan ini. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera."
Para ahli-ahli sihir yang pandai dalam bidangnya itu tercengang ketika melihat ular besar yang menjelma dari tongkat Nabi Musa dan menelan ular-ular dan segala apa yang terlihat sebagai hasil tipu sihir mereka. Mereka segera menyerah kalah bertunduk dan bersujud (kepada Allah) dihadapan Musa seraya berkata:
"Itu bukanlah perbuatan sihir yang kami kenal yang diilhamkan oleh syaitan tetapi sesuatu yang digerakkan oleh kekuatan ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mempercayai risalah mereka dan beriman kepada Tuhan mereka sesudah apa yang kami lihat dan saksikan dengan mata kepala kami sendiri."
Fir'aun raja yang congkak dan sombong yang menuntut rakyatnya menganggap dia sebagai tuhan segera membelalakkan matanya tanda marah dan jengkel melihat ahli-ahli sihirnya begitu cepat menyerah kalah kepada Musa bahkan menyatakan beriman kepada Tuhannya dan kepada kenabiannya serta menjadi pengikut-pengikutnya.
Tindakan mereka itu dianggapnya sebagai pelanggaran terhadap kekuasaannya, penentangan terhadap ketuhanannya dan merupakan suatu tamparan bagi kewibawaannya. Ia berkata kepada mereka:
"Adakah kamu berani beriman kepada Musa dan menyerah kepada keputusannya sebelum aku izinkan kepada kamu?"
" Bukankah ini suatu persekongkolan dari kamu terhadapku? Musa dapat mengalahkan kamu sebab ia mungkin guru dan pembesar yang telah mengajarkan seni sihir kepadamu dan kamu telah mengatur bersama-samanya sandiwara ini di depanku hari ini."
"Aku tidak akan tinggal diam menghadapi tindakan khianatmu ini. Akanku potong tangan-tangan dan kaki-kakimu serta akanku salibkan kamu semua pada pangkal pohon kurma sebagai hukuman dan balasan bagi tindakan khianatmu ini."
Ancaman Fir'aun itu disambut mereka dengan sikap dingin dan acuh tak acuh. Karena Allah telah membuka mata hati mereka dengan cahaya iman sehingga tidak akan terpengaruh dengan kata-kata kebathilan yang menyesatkan atau ancaman Fir'aun yang menakutkan. Mereka sebagai-orang-orang yang ahli dalam ilmu dan seni sihir dapat membedakan yang mana satu sihir dan yang mana bukan.
Maka sekali mereka diyakinkan dengan mukjizat Nabi Musa yang membuktikan kebenaran kenabiannya tidaklah keyakinan itu akan dpt digoyahkan oleh ancaman apa pun. Berkata mereka kepada Fir'aun menanggapi ancamannya: "Kami telah mendapat bukti-bukti yang nyata dan kami tidak akan mengabaikan kenyataan itu sekedar memenuhi kehendak dan keinginanmu. Kami akan berjalan terus megikut jejak dan tuntutan Musa dan Harun sebagai pesuruh oleh yang benar.
Maka terserah kepadamu untuk memutuskan apa yang engkau hendak putuskan terhadap diri kami. Keputusan kamu hanya berlaku di dunia ini sedang kami mengharapkan pahala Allah di akhirat yang kekal dan abadi.
"Bacalah tentang kisah di atas dalam surah "Asy-Syu'ara" ayat 32 - 51 juz 19.
Nabi Musa yang telah mengalahkan ahli-ahli sihir dengan kedua mukjizatnya makin meluas pengaruhnya, sedang Fir'aun dengan kekalahan ahli sihirnya merasa kewibawaannya merosot dan kehormatannya menurun.
ia khawatir jika gerakan Musa tidak segera dipatahkan akan mengancam keselamatan kerajaannya serta mahkotanya.
Para penasihat dan pembantu-pembantu terdekatnya tidak berusaha menghilangkan rasa kecemasan dan kekhawatirannya, tetapi sebaliknya makin membakar dadanya dan makin menakut-nakutinya.
Mereka berkata kepadanya:
"Apakah engkau akan terus membiarkan Musa dan kaumnya bergerak secara bebas dan meracuni rakyat dengan amcam-macam kepercayaan dan ajaran-ajaran yang menyimpang dari apa yang telah kita warisi dari nenek-moyang kita?"
"Tidakkah engkau sadar bahwa rakyat kita makin lama makin terpengaruh oleh hasutan-hasutan Musa. sehingga lama-kelamaan niscaya kita dan tuhan-tuhan kita akan ditinggalkan oleh rakyat kita dan pada akhirnya akan hancur binasalah negara dan kerajaanmu yang megah ini."
Fir'aun menjawab: "Apa yang kamu uraikan itu sudah menjadi perhatianku sejak dikalahkannya ahli-ahli sihir kita oleh Musa.
"Dan memang kalau kita membiarkan Musa terus melebarkan sayapnya dan meluaskan pengaruhnya di kalangan pengikut-pengikutnya yang makin lama makin bertambah jumlahnya, pasti pada akhirnya akan merusak adab hidup masyarakat negara kita serta membawa kehancuran dan kebinasaan bagi kerajaan kita yang megah ini."
"Karenanya aku telah merencanakan akan bertindak terhadap Bani Isra'il dengan membunuh setiap orang lelaki dan hanya wanita saja akanku biarkan hidup."
Rencana jahat fir'aun dilaksanakan oleh pegawai dan kaki tangan kerajaannya. Aneka ragam gangguan dan macam-macam tindakan kejam ditimpakan atas Bani Isra'il yang memang menurut anggapan masyarakat, mereka itu adalah rakyat kelas kambing dalam kerajaan Fir'aun yang zalim itu.
Dengan makin meningkatnya kezaliman dan penindasan yang mereka terima dari kaki tangan Fir'aun, datanglah Bani Isra'il kepada Nabi Musa, mengharapkan pertolongan dan perlindungannya.
Nabi Musa tidak dapat berbuat banyak pada masa itu bagi Bani Isra'il yang tertindas dan teraniaya. Ia hanya menenteramkan hati mereka, bahwa akan tiba saatnya kelak,di mana mereka akan dibebaskan oleh Allah dari segala penderitaan yang mereka alami.
Dianjurkan oleh Nabi Musa agar mereka bersabar dan bertawakkal seraya memohon kepada Allah agar Allah memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya karena Allah telah menjanjikan akan mewariskan bumi-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang soleh, sabar dan bertakwa!
Fir'aun bertujuan melemahkan kedudukan Nabi Musa dengan tindakan kejamnya terhadap Bani Isra'il yang merupakan kaumnya, bahkan tulang belakang Nabi Musa. Akan tetapi gerak dakwah Nabi Musa tidak sedikit pun terhambat oleh tindakan Fir'aun itu. Demikian pula tidak seorang pun dari pengikut-pengikutnya yang terpengaruh dengan tindakan Fir'aun itu. Sehingga tidak menjadi luntur iman dan keyakinan mereka yang sudah bulat terhadap risalah Musa.
Karena sasaran yang dituju dengan tindakan kekejaman yang tidak berperikamanusiaan itu tidak tercapai dan tidak dapat mengganggu dakwah Nabi Musa dan para pengikutnya, yang dilhatnya bahkan semakin bersemangat menyiarkan ajaran iman dan tauhid, maka Fir'aun tidak mempunyai pilihan selain harus menyingkirkan orang yang menjadi pemimpinnya, yaitu dengan membunuh Nabi Musa.
Fir'aun memanggil para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaannya untuk berdiskusi dan merancang pembunuhan Musa. Di antara mereka yang di undang itu terdapat seorang mukmin dari Keluarga Fir'aun yang merahsiakan imannya.
Di tengah-tengah perdebatan dan perundingan yang berlangsung dalam pertemuan yang diadakan oleh Fir'aun untuk membicarakan cara pembunuhan Nabi Musa itu, bangkitlah berdiri mukmin itu mengucapkan pembelaannya terhadap Nabi Musa dan nasihat serta tuntunan bagi mereka yang hadir. Ia berkata:
"Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak berdosa, hanya berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya itu kepada kamu bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia telah mempertunjukkan kepada kamu bukti-bukti yang nyata untuk menyakinkan kamu akan kebenaran ajarannya. Jika andainya dia seorang pendusta, maka dia sendirilah yang akan menanggung dosa akibat dustanya."
"Namun jika ia adalah benar dalam kata-katanya, maka niscaya akan menimpa kepada kamu bencana azab yang telah dijanjikan olehnya. Dan dalam keadaan yang demikian siapakah yang akan menolong kamu dari azab Allah yang telah dijanjikan itu?"
Fir'aun memotong pidato orang mukmin itu dengan berkata:
"Rencanaku harus terlaksana dan Musa harus dibunuh. Aku tidak meminta pendapatmu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan kepadamu melainkan jalan yang benar, jalan yang akan menyelamatkan kerajaan dan negara."
Berucap orang mukmin dari keluarga Fir'aun itu melanjutkan: "Sesungguhnya aku khawatir, jika kamu tetap berkeras kepala dan enggan menempuh jalan yang benar yang dibawa oleh para nabi-nabi, bahwa kamu akan ditimpa azab dan siksa yang membinasakan , sebagaimana telah dialami oleh kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat-umat yang datang sesudah mereka.
Apa yang telah dialami oleh kaum-kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka karena Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya".
Mukmin itu meneruskan nasihatnya:
"Wahai kaumku! Sesungguhnya aku khawatir kamu akan menerima siksa dan azab Tuhan di hari qiamat kelak, di mana kamu akan berpaling kebelakang, tidak seorang pun akan dapat menyelamatkan kamu itu dari siksa Allah."
"Hai kaum ikutilah nasihatku, aku hanya ingin kebaikan bagimu dan mengajak kamu ke jalan yang benar. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanya merupakan kesenangan sementara, sedangkan kesenangan dan kebahagiaan yang kekal adalah di akhirat kelak."
Orang mukmin dari keluarga Fir'aun itu tidak dapat mengubah sikap Fir'aun dan pengikut-pengikutnya, walaupun ia telah berusaha dengan menggunakan kecakapan berpidatonya dan susunan kata-katanya yang rapi, lengkap dengan contoh-contoh dari sejarah umat-umat yang terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena perbuatan dan pembangkangan mereka sendiri.
Fir'aun dan pengikut-pengikutnya bahkan menganjurkan kepada orang mukmin itu, agar meninggalkan sikapnya yang membela Musa dan menyetujui rencana jahat mereka. Ia dinasihati untuk melepaskan pendiriannya yang pro Musa dan bergabung dalam barisan mereka untuk menentang Musa dan segala ajarannya.
Ia diancam dengan dikenakan tindakan kekerasan bila ia tidak mau mengubah sikap pro kepada Musa secara suka rela.
Berkata orang mukmin itu menanggapi anjuran Fir'aun:
"Wahai kaumku, sangat aneh sekali sikap dan pendirianmu, aku berseru kepada kamu untuk kebaikan dan keselamatanmu, kamu berseru kepadaku untuk berkufur kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang aku tidak ku ketahui, sedang aku berseru kepadamu untuk beriman kepada Allah, Tuhan YAng Maha Esa, Maha Perkasa, lagi Maha Pengampun."
"Sudah pasti dan tidak dapat diragukan lagi, bahwa apa yang kamu serukan kepadaku itu tidak akan menolongku dari murka dan siksa Allah di dunia mahupun di akhirat. Dan sesungguhnya kamu sekalian akan kembali kepada Allah yang akan memberi pahala syurga bagi orang-orang yang soleh, bertakwa dan beriman, sedang orang-orang kafir yang telah melampaui batas akan diberi ganjaran dengan api neraka. Hai kaumku perhatikanlah nasihat dan peringatanku ini."
"Kamu akan menyedari kebenaran kata-kataku ini kelak bila sudah tidak berguna lagi orang menyesal atau merasa susah karena perbuatan yang telah dilakukan. Aku hanya menyerahkan urusan ku dan nasibku kepada Allah. Dialah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat perbuatan dan kelakuan hamba-hamba-Nya."
Bacalah tentang isi cerita di atas dalam surah "Al-A'raaf" ayat 127 - 129 juz 9 dan surah "Al-Mukmin" ayat 28 - 33 dan ayat 38 - 45 juz 24.
Selain tindakan kekerasan yang ditimpakan kepada Bani Isra'il,Fir'aun melontarkan penghinaan dan kata-kata ejekan terhadap Nabi Musa dalam usahanya memerangi dan membendung pengaruh Nabi Musa yang semakin beertambah semenjak ia keluar sebagai pemenang dalam pertandingan melawan tukang-tukang sihir kaum Fir'aun.
Berkata Fir'aun kepada pembesar-pembesar kerajaannya:
"Biarkanlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon pada Tuhannya untuk melindunginya. Aku ingin tahu sampai sejauh mana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaanku dan biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata, bahwa Tuhannya akan melindunginya dari segala tipu daya musuh-musuhnya."
Dalam lain kesempatan Fir'aun berkata kepada rakyatnya yang sudah diperbudak jiwanya, terbiasa memuja-mujanya, mengiyakan kata-katanya dan mengaminkan segala perintahnya:
"Hai rakyatku!Tidakkah kamu melihat bahwa aku memiliki kerajaan Mesir yang megah dan besar ini di mana sungai-sungai mengalir dibawah telapak kakiku, sungai-sungai yang memberi kemakmuran hidup dan kebahagiaan hidup bagi rakyatku?"
"Dan tidakkah kamu melihat kekuasaanku yang luas dan ketaatan rakyatku yang bulat kepadaku? Bukankah aku lebih baik dan lebih agung dari Musa yang hina-dina itu yang tidak cakap menguraikan isi hatinya dan menerangkan maksud tujuannya."
"Mengapa Tuhannya tidak memakaikan gelang emas, sebagaimana lazimnya orang-orang yang diangkat menjadi raja, pemimpin atau pembesar? Atau mengapa ia tidak diiringi oleh malaikat-malaikat sebagai tanda kebesarannya dan bukti kebenarannya bahwa ia adalah pesuruh Tuhannya?"
Kelompok orang yang mendengar kata-kata Fir'aun itu dengan serta-merta mengiyakan dan membenarkan kata-kata rajanya serta menyatakan kepatuhan yang bulat kepada segala titah dan perintahnya sebagai warga yang setia kepada rajanya, namun zalim dan fasiq terhadap Tuhannya.
Dalam pada itu kesabaran Nabi Musa sampai pada puncaknya, melihat Fir'aun dan pembantu-pambantunya tetap berkeras kepala menentang dakwahnya, mendustakan risalahnya dan makin memperlihatkan tindakan kejamnya terhadap kaum Bani Isra'il terutama para pengikutnya yang menyembunyikan imannya karena ketakutan kepada Fir'aun dan pembalasannya yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Maka disampaikan oleh Nabi Musa kepada mereka bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman, kezaliman dan penindasan terhamba-hamba-Nya dan berkufur kepada Allah dan Rasul-Nya.
Akan ditimpakan oleh Allah kepada mereka bila tetap tidak mau sedar dan beriman kepada-Nya, bermacam azab dan seksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata!.
Berdoalah Nabi Musa, memohon kepada Allah: "Ya Tuhan kami, engkau telah memberi kepada Fir'aun dan kaum kerabatnya kemewahan hidup, harta kekayaan yang meluap-luap dan kenikmatan duniawi, yang kesemua itu mengakibatkan mereka menyesatkan manusia, hamba-hamba-Mu, dari jalan yang Engkau redhai dan tuntunan yang Engkau berikan."
"Ya Tuhan kami, binasakanlah harta-benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mereka tidak akan beriman dan kembali kepada jalan yang benar sebelum melihat azab-Mu yang pedih."
Berkat doa Nabi Musa dan permohonannya yang diperkenankan oleh Allah, maka dilandakanlah kerajaan Fir'aun oleh krisis keuangan dan makanan, yang disebabkan mengeringnya sungai Nil sehingga tidak dapat mengairi sawah-sawah dan ladang-ladang disamping serangan hama yang ganas yang telah menghabiskan padi dan gandum yang sudah menguning dan siap untuk dipanen.
Belum lagi krisis keuangan dan makanan teratasi datang menyusul bencana banjir yang besar disebabkan oleh hujan yang turun dengan derasnya, sehingga menghanyutkan rumah-rumah, gedung-gedung dan membinasakan binatang-binatang ternak.
Dan sebagai akibat dari banjir itu berjangkitlah bermacam-macam wabah dan penyakit yang merisaukan masyarakat seperti hidung berdarah dan lain-lain.
Kemudian datanglah barisan kutu-kutu busuk dan katak-katak yang menyerbu ke dalam rumah-rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup mereka,menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur, disebabkan menyusupnya binatang-binatang itu ke dalam tempat-tempat tidur, hidangan makanan dan di antara sela-sela pakaian mereka.
Pada waktu azab menimpa dan bencana-bencana itu sedang melanda berdatanglah mereka kepada Nabi Musa minta pertolongannya demi kenabiannya, agar memohonkan kepada Allah mengangkat bala itu dari mereka dengan perjanjian bahwa mereka akan beriman dan menyerahkan Bani Isra'il kepada Nabi Musa sekirannya mereka dapat ditolong dan terhindar dari azab bala itu.
Akan tetapi begitu bala-bala itu tercabut dari mereka dan hilanglah gangguan yang diakibatkan olehnya, mereka mengingkari janji mereka dan kembali bersikap memusuhi dan menentang Nabi Musa, seolah-olah apa yang terjadi bukanlah karena doa dan permohonan Musa kepada Allah tetapi karena hasil usaha mereka sendiri.
Kisah di atas terdapat dalam Qur'an ayat 26 dari surah "Al-Mukmin" ; ayat 51- 54 surah "Az-Zukhruf" ; ayat 88 dan 89 surah "Yunus" dan
ayat 130 - 135 surah "Al-A'raaf".
Bani Isra'il yang cukup menderita akibat penindasan Fir'aun dan kaumnya cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah pemerintahan Fir'aun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sadar bahwa Musalah yang benar-benar dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari cengkaman Fir'aun dan kaumnya.
Maka berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi Musa memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir.
Kemudian berangkatlah rombongan kaum Bani Israil di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis.
Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir'aun dan bala tentaranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
Rasa cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani Israil ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari belakang mereka dikejar oleh Fir'aun dan bala tenteranya yang akan berusaha mengembalikan mereka ke Mesir.
Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila mereka tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari Fir'aun yang zalim itu.
Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha' bin Nun:
"Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?" Musuh berada di belakang kami sedang mengejar,dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun dan kaumnya?"
Nabi Musa menjawab:
"Janganlah kamu khawatir dan cemas, perjalanan kita telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kita dari cengkaman musuh yang zalim itu."
Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang saja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukul air laut dengan tongkatnya. Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti dinding air yang besar.
Di antara kedua dinding air laut itu terbentang dasar laut yang kering dan segeralah di bawah pimpinan Nabi Musa dilewati oleh kaum Bani Isra'il menuju ke tepi timurnya.
Setelah rombongan Nabi Musa sudah berada di bagian tepi timur dalam keadaan selamat
terlihatlah oleh mereka Fir'aun dan bala tentaranya menyusuri jalan yang
sudah terbuka di antara dua belah dinding air itu.
Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya.
Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Fir'aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah telah mendahului bahwa mereka akan menjadi bala tentera yang tenggelam.
Berkatalah Fir'aun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah dinding air itu:
"Lihat bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar orang-orang yang melarikan diri itu. Mereka mengira bahwa mereka akan dapat lepas dari kejaran dan hukumanku. Mereka tidak mengetahui bahwa perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jangankan oleh manusia. Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?"
Maka dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Fir'aun dan bala tenteranya ke dasar laut yang sudah mengering itu untuk menyusul Musa dan Bani Isra'il yang sudah berada di tepi bagian timur sambil menanti hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhadap hamba-hamba-Nya yang kafir itu.
Demikianlah maka setelah Fir'aun dan seluruh bala tentaranya berada di tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Fir'aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tentaranya mengejar Musa dan Bani Isra'il.
Tenggelamlah mereka hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir'aun dan kaumnya untuk menjadi sejarah dan pelajaran bagi generasi- akan datang.
Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir'aun:
"Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Isra'il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah seorang muslim."
Berfirmanlah Allah kepada Fir'aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut:
"Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sadar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu."
"Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku."
Bani Isra'il pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir'aun. Mereka masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir'aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain daripada yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati.
Khayalan yang masih melekat pada fikiran mereka menjadikan mereka tidak mau percaya bahwa dengan tenggelamnya, Fir'aun sudah mati. Mereka menyatakan kepada Musa bahwa Fir'aun mungkin masih hidup namun di alam lain.
Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mereka tentang Fir'aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Fir'aun sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindas serta memperbudak Bani Israil.
Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala keraguanl mereka tentang Fir'aun dan kesaktiannya.
Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir'aun yang terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawetkan hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dapat dilihat di musium Mesir.
Tentang isi cerita yang terurai di atas dapat di baca dalam Qur'an surah "Thaha" ayat 77 - 79 ; surah "Asy-Syua'ra" ayat 60 - 68 ; surah "Yunus" ayat 90 - 92.
Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya.
Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Fir'aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah telah mendahului bahwa mereka akan menjadi bala tentera yang tenggelam.
Berkatalah Fir'aun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah dinding air itu:
"Lihat bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar orang-orang yang melarikan diri itu. Mereka mengira bahwa mereka akan dapat lepas dari kejaran dan hukumanku. Mereka tidak mengetahui bahwa perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jangankan oleh manusia. Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?"
Maka dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Fir'aun dan bala tenteranya ke dasar laut yang sudah mengering itu untuk menyusul Musa dan Bani Isra'il yang sudah berada di tepi bagian timur sambil menanti hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhadap hamba-hamba-Nya yang kafir itu.
Demikianlah maka setelah Fir'aun dan seluruh bala tentaranya berada di tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Fir'aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tentaranya mengejar Musa dan Bani Isra'il.
Tenggelamlah mereka hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir'aun dan kaumnya untuk menjadi sejarah dan pelajaran bagi generasi- akan datang.
Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir'aun:
"Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Isra'il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah seorang muslim."
Berfirmanlah Allah kepada Fir'aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut:
"Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sadar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu."
"Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku."
Bani Isra'il pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir'aun. Mereka masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir'aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain daripada yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati.
Khayalan yang masih melekat pada fikiran mereka menjadikan mereka tidak mau percaya bahwa dengan tenggelamnya, Fir'aun sudah mati. Mereka menyatakan kepada Musa bahwa Fir'aun mungkin masih hidup namun di alam lain.
Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mereka tentang Fir'aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Fir'aun sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindas serta memperbudak Bani Israil.
Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya terapung-apung di permukaan air, hilanglah segala keraguanl mereka tentang Fir'aun dan kesaktiannya.
Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir'aun yang terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawetkan hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dapat dilihat di musium Mesir.
Tentang isi cerita yang terurai di atas dapat di baca dalam Qur'an surah "Thaha" ayat 77 - 79 ; surah "Asy-Syua'ra" ayat 60 - 68 ; surah "Yunus" ayat 90 - 92.
Dalam perjalanan menuju Thur Sina setelah melintasi lautan di bagian utara dari Laut Merah dan setelah mereka merasa aman dari kejaran Fir'aun dan kaumnya. Bani Isra'il yang dipimpin oleh Nabi Musa itu melihat sekelompok orang-orang yang sedang menyembah berhala dengan tekunnya.
Berkatalah mereka kepada Nabi Musa:
"Wahai Musa, buatlah untuk kamu sebuah tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai berhala-berhala yang disembah sebagai tuhan."
Musa menjawab:
"Sesungguhnya kamu ini adalah orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat. Persembahan mereka itu kepada berhala adalah perbuatan yang sesat dan bathil serta pasti akan dihancurkan oleh Allah."
"Patutkah aku mencari tuhan untuk kamu selain Allah yang telah memberikan karunia kepada kamu, dengan menyelamatkan kamu dari Fir'aun, melepaskan kamu dari perbudakannya dan penindasannya serta memberikan kamu kelebihan atas umat-umat yang lain."
"Sesungguhnya suatu permintaan yang aneh dari kamu, bahwa kamu akan mencari tuhan selain Allah yang demikian besar nikmatnya atas kamu, Allah pencipta langit dan bumi serta alam semesta. Allah yang baru saja kamu saksikan kekuasaan-Nya dengan ditenggelamkannya Fir'aun berserta bala tenteranya untuk keselamatan dan kelangsungan hidupmu."
Perjalanan Nabi Musa dan Bani Isra'il dilanjutkan ke Gurun Sinai di mana panas matahari sangat teriknya dan sunyi dari pohon-pohon atau bangunan di mana orang dapat berteduh di bawahnya.
Atas permohonan Nabi Musa yang didesak oleh kaumnya yang sedang kepanasan diturunkan oleh Allah di atas mereka awan yang tebal untuk mereka bernaung dan berteduh di bawahnya dari panas teriknya matahari.
Di samping itu tatkala bekal makanan dan minuman mereka sudah berkurang dan tidak mencukupi keperluan. Allah menurunkan hidangan makanan "manna",sejenis makanan yang manis bagai madu dan "salwa",burung sebangsa puyuh dengan diiringi firman-Nya: "Makanlah Kamu dari makanan-makanan yang baik yang Kami telah turunkan bagimu."
Demikian pula tatkala pengikut-pengikut Nabi Musa mengeluh kehabisan air untuk minum dan mandi di tempat yang tandus dan kering itu, Allah mewahyukan kepada Musa agar memukul batu dengan tongkatnya.
Lalu memancarlah dari batu yang dipukul itu dua belas mata air, untuk dua belas suku bangsa Isra'il yang mengikuti Nabi Musa, masing-masing suku mengetahui sendiri dari mata air mana mereka mengambil keperluan airnya.
Bani Isra'il pengikut Nabi Musa yang sangat manja itu, merasa masih belum cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka yang telah menyelamatkan mereka dari perbudakan dan penindasan Fir'aun.
Memberikan mereka hidangan makanan dan minuman yang lezat dan segar di tempat yang kering dan tandus mereka menuntut lagi dari Nabi Musa agar memohon kepada Allah menurunkan bagi mereka apa yang ditumbuhkan oleh bumi berupa sayur-mayur,seperti ketimun, bawang putih, kacang dan bawang merah karena mereka tidak puas dengan satu macam makanan.
Terhadap tuntutan mereka yang aneh-aneh itu berkatalah Nabi Musa:"Maukah kamu memperoleh sesuatu yang rendah nilai dan harganya sebagai pengganti dari apa yang lebih baik yang telah Allah karuniakan kepada kamu? Pergilah kamu ke suatu kota di mana pasti kamu akan dapat apa yang telah kamu inginkan dan kamu minta.
"Cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-A'raaf ayat 138 - 140 dan 160 ; serta surah "Al-Baqarah" ayat 61.
Menurut
riwayat sementara ahli tafsir, bahawasanya ketika Nabi Musa berada di
Mesir, ia telah berjanji kepada kaumnya akan memberi mereka sebuah
kitab suci yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang akan memberi
bimbingan dan sebagai tuntunan bagaimana cara mereka bergaul dan
bermuamalah dengan sesama manusia dan bagaimana mereka harus melakukan
persembahan dan ibadah mereka kepada Allah.
Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya.
Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh,yaitu dalam bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di atas bukit ThurSina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya.
Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah.
Berkatalah malaikat itu kepadanya:
"Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk menyertainya ke bukit ThurSina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta.
Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu."
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman:
"Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka niscaya engkau akan dapat melihat-Ku."
Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.
Setelah ia sadar kembali dari pingsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata:
"Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menurunkan kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diridhai oleh Allah.
Allah mengiringi pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya:
"Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala karunia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu."
"Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang-orang yang fasiq."
"Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142 - ayat 145.
Di dalam kitab suci itu mereka akan dapat petunjuk akan hal-hal yang halal dan haram, perbuatan yang baik yang diredhai oleh Allah di samping perbuatan-perbuatan yang mungkar yang dapat mengakibatkan dosa dan murkanya Tuhan.
Maka setelah perjuangan menghadapi Fir'aun dan kaumnya yang telah tenggelam binasa di laut, selesai, Nabi Musa memohon kepada Allah agar diberinya sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman dakwah dan risalahnya kepada kaumnya.
Lalu Allah memerintahkan kepadanya agar untuk itu ia berpuasa selama tiga puluh hari penuh,yaitu dalam bulan Zulkaedah. Kemudian pergi ke Bukit Thur Sina di mana ia akan diberi kesempatan bermunajat dengan Tuhan serta menerima kitab penuntun yang diminta.
Setelah berpuasa selama tiga puluh hari penuh dan tiba saat ia harus menghadap kepada Allah di atas bukit ThurSina Nabi Musa merasa segan akan bermunajat dengan Tuhannya dalam keadaan mulutnya berbau kurang sedap akibat puasanya.
Maka ia menggosokkan giginya dan mengunyah daun-daunan dalam usahanya menghilangkan bau mulutnya. Ia ditegur oleh malaikat yang datang kepadanya atas perintah Allah.
Berkatalah malaikat itu kepadanya:
"Hai Musa, mengapakah engkau harus menggosokkan gigimu untuk menghilangkan bau mulutmu yang menurut anggapanmu kurang sedap, padahal bau mulutmu dan mulut orang-orang yang berpuasa bagi kami adalah lebih sedap dan lebih wangi dari baunya kasturi. Maka akibat tindakanmu itu, Allah memerintahkan kepadamu berpuasa lagi selama sepuluh hari sehingga menjadi lengkaplah masa puasamu sepanjang empat puluh hari."
Nabi Musa mengajak tujuh puluh orang yang telah dipilih diantara pengikutnya untuk menyertainya ke bukit ThurSina dan mengangkat Nabi Harun sebagai wakilnya mengurus serta memimpin kaum yang ditinggalkan selama kepergiannya ke tempat bermunajat itu.
Pada saat yang telah ditentukan tibalah Nabi Musa seorang diri di bukit Thur Sina mendahului tujuh puluh orang yang diajaknya turut serta.
Dan ketika ia ditanya oleh Allah: "Mengapa engkau datang seorang diri mendahului kaummu, hai Musa?" Ia menjawab: "Mereka sedang menyusul di belakangku, wahai Tuhanku. Aku cepat-cepat datang lebih dahulu untuk mencapai redha-Mu."
Berkatalah Musa dalam munajatnya dengan Allah: "Wahai Tuhanku, nampakkanlah zat-Mu kepadaku, agar aku dapat melihat-Mu"
Allah berfirman:
"Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya sebagaimana sedia kala, maka niscaya engkau akan dapat melihat-Ku."
Lalu menolehlah Nabi Musa mengarahkan pandangannya kejurusan bukit yang dimaksudkan itu yang seketika itu juga dilihatnya hancur luluh masuk ke dalam perut bumi tanpa menghilangkan bekas. Maka terperanjatlah Nabi Musa, gementarlah seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan.
Setelah ia sadar kembali dari pingsannya, bertasbih dan bertahmidlah ia seraya memohon ampun kepada Allah atas kelancangannya itu dan berkata:
"Maha Besarlah Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah taubatku dan aku akan menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu."
Dalam kesempatan bermunajat itu, Allah menurunkan kepada Nabi Musa kitab suci "Taurat" berupa kepingan-kepingan batu-batu atau kepingan kayu menurut sementara ahli tafsir yang di dalamnya tertulis segala sesuatu secara terperinci dan jelas mengenai pedoman hidup dan penuntun kepada jalan yang diridhai oleh Allah.
Allah mengiringi pemberian "Taurat" kepada Musa dengan firman-Nya:
"Wahai Musa, sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari manusia-manusia yang lain di masamu, untuk membawa risalah-Ku dan menyampaikan kepada hamba-hamba-Ku. Aku telah memberikan kepadamu keistimewaan dengan dapat bercakap-cakap langsung dengan Aku, maka bersyukurlah atas segala karunia-Ku kepadamu dan berpegang teguhlah pada apa yang Aku tuturkan kepadamu."
"Dalam kitab yang Aku berikan kepadamu terhimpun tuntunan dan pengajaran yang akan membawa Bani Isra'il ke jalan yang benar, ke jalan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat bagi mereka. Anjurkanlah kaummu Bani Isra'il agar mematuhi perintah-perintah-Ku jika mereka tidak ingin Aku tempatkan mereka di tempat-tempat orang-orang yang fasiq."
"Bacalah tentang kisah munajat Nabi Musa ini, surah "Thaha" ayat 83 dan 84 dan surah "Al-a'raaf" ayat 142 - ayat 145.
Nabi Musa berjanji kepada Bani Isra'il yang ditinggalkan di bawah pimpinan Nabi Harun bahwa ia tidak akan meninggalkan mereka lebih lama dari tiga puluh hari, dalam perjalananya ke Thur Sina untuk berminajat dengan Tuhan.
Akan tetapi berhubung dengan adanya perintah Allah kepada Musa untuk melengkapi jumlah hari puasanya menjadi empat puluh hari, maka janjinya itu tidak dapat ditepati dan kedatangannya kembali ke tengah-tengah mereka tertunda menjadi sepuluh hari lebih lama dari yang telah dijanjikan.
Bani Isra'il merasa kecewa dan menyesalkan keterlambatan datangnya Nabi Musa kembali ke tengah-tengah mereka. Mereka menggerutu dan mengomel dengan melontarkan kata-kata kepada Nabi Musa seolah-olah ia telah meninggalkan mereka dalam kegelapan dan dalam keadaan yang tidak menentu. Mereka merasa seakan-akan telah kehilangan pimpinan yang biasanya memberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada mereka.
Keadaan yang tidak puas dan bingung yang sedang meliputi kelompok Bani Isra'il itu, digunakan oleh seorang munafiq, bernama Samiri yang telah berhasil menyusup ke tengah-tengah mereka, sebagai kesempatan yang baik untuk menyebarkan benih syiriknya dan merusak akidah para pengikut Nabi Musa yang baru saja menerima ajaran tauhid dan iman kepada Allah.
Samiri yang munafiq itu menghasut mereka dengan kata-kata bahwa Musa telah tersesat dalam tugasnya mencari Tuhan bagi mereka dan bahwa dia tidak dapat diharapkan kembali dan karena itu dianjurkan oleh Samiri agar mereka mencari tuhan lain sebagai ganti dari Tuhan Musa.
Samiri melihat bahwa hasutan itu dapat menggoyahkan iman dan akidah pengikut-pengikut Musa yang memang belum meresapi benar ajaran tauhidnya segera membuat patung bagi mereka untuk disembah sebagai tuhan pengganti Tuhannya Nabi Musa. Patung itu berbentuk anak lembu yang dibuatnya dari emas yang dikumpulkan dari perhiasan-perhiasan para wanita.
Dengan kepandaian tektiknya patung itu dibuat begitu rupa sehingga dapat mengeluarkan suara menguap seakan-akan anak lembu yang hidup. Maka diterimalah anak patung lembu itu oleh Bani Israil pengikut Nabi Musa yang masih lemah iman dan akidahnya itu sebagai tuhan persembahan mereka.
Ditegurlah mereka oleh Nabi Harun yang berkata:
"Alangkah bodohnya kamu ini! Tidakkah kamu melihat anak lembu yang kamu sembah ini tidak dapat bercakap-cakap dengan kamu dan tidak pula dapat menuntun kamu ke jalan yang benar. Kamu telah menganiaya diri kamu sendiri dengan menyembah pada sesuatu selain Allah."
Teguran Nabi Harun itu dijawab oleh mereka yang telah termakan hasutan Samiri itu dengan kata-kata: "Kami akan tetap berpegang pada anak lembu ini sebagai tuhan persembahan kami sampai Musa kembali ke tengah-tengah kami."
Nabi Harun tidak dapat berbuat banyak menghadapi kaumnya yang telah berbalik menjadi murtad itu, karena ia khawatir kalau mereka dihadapi dengan sikap yang keras, akan terjadi perpecahan di antara mereka dan akan menjadi keadaan yang lebih rumit dan gawat sehingga dapat menyulitkan baginya dan bagi Nabi Musa kelak bila ia datang untuk mencarikan jalan keluar dari krisis iman yang melanda kaumnya itu.
Ia hanya memberi peringatan dan nasihat kepada mereka sambil menanti kedatangan Musa kembali dari Thur Sina.
Dalam pada itu, Nabi Musa setelah selesai bermunajat dengan Tuhan dan dalam perjalanannya kembali ke tempat di mana kaumnya sedang menunggu memperolehi isyarat tentang apa yang telah terjadi dan dialami oleh Nabi Harun selama ketiadaannya.
Nabi Musa sangat marah dan sedih hati tatkala ia tiba di tempat dan melihat kaumnya sedang berpesta mengelilingi anak patung lembu emas, menyembahnya dan memuji-mujinya.
Dan karena sangat marah dan sedihnya ia tidak dapat menguasai dirinya, kepingan-kepingan Taurat dilemparkan berantakan. Harun saudaranya dipegang rambut kepalanya ditarik kepadanya seraya berkata menegur:
"Apa yang engkau lakukan saat engkau melihat mereka tersesat dan terkena oleh hasutan dan fitnahan Samiri? Tidakkah engkau mematuhi perintahku dan pesanku ketika aku menyerahkan mereka kepadamu untuk engkau pimpin? Tidakkah engkau berdaya melawan hasutan Samiri dengan memberi petunjuk dan penerangan kepada mereka dan mengapa engkau tidak cepat memadamkan api kemurtadan ini sebelum menjadi besar begini?"
Harun berkata menanggapi teguran Musa:
"Hai anak ibuku, janganlah engkau memegang jangut dan rambut kepalaku, menarik-narikku. Aku telah berusaha memberi nasihat dan teguran kepada mereka, namun mereka tidak mengindahkan kata-kataku. Mereka menganggapkan aku lemah dan mengancam akan membunuhku."
"Aku khawatir jika aku menggunakan sikap dan tindakan yang keras, akan terjadi perpecahan dan permusuhan di antara sesama kita, hal mana akan menjadikan engkau lebih marah dan sedih. Lepaskanlah aku dan janganlah membuat musuh-musuhku bergembira melihat perlakuanmu terhadap diriku. Janganlah disamakan aku dengan orang-orang yang zalim."
Setelah mereda rasa jengkel dan sedihnya dan memperoleh kembali ketenangannya, berkatalah Nabi Musa kepada Samiri, orang munafiq yang menjadi biang keladi dari kekacauan dan kesesatan itu:
"Hai Samiri, apakah yang mendorongmu menghasut dan menyesatkan kaumku, sehingga mereka kembali menjadi murtad, menyembah patung yang engkau buatkan dari emas itu?"
Samiri menjawab:
"Aku telah melihat sesuatu yang mereka tidak melihatnya. Aku telah melihat kuda malaikat Jibril. aku mengambil segenggam tanah bekas jejak telapak kakinya itu, lalu aku lemparkannya ke dalam emas yang mencair di atas api dan terjadilah patung anak lembu yang dapat menguak, mengeluarkan suara sebagaimana anak lembu biasa.Demikianlah hawa nafsuku membujukku untuk berbuat itu."
Berkata Nabi Musa kepada Samiri:
"Pergilah engkau dan jauhilah pergaulan manusia sebab karena perbuatan kamu itu engkau harus dikucilkan dan menjadi tabu (sesuatu yang terlarang) jika disentuh atau menyentuh seseorang ia akan menderita sakit demam panas. Ini adalah ganjaranmu di dunia, sedang di akhirat nerakalah akan menjadi tempatmu. Dan tuhanmu yang engkau buat dan sembah ini kami akan bakar dan campakkannya ke dalam laut."
Kemudian berpalinglah Nabi Musa kepada kaumnya berkata:
"Hai kaumku, alangkah buruknya perbuatan yang kamu telah kerjakan setelah kepergianku! Apakah engkau hendak mendahului janji Tuhanmu? Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu janji yang baik, berupa kitab suci? Ataukah engkau menghendaki kemurkaan Tuhan menimpa atas dirimu, karena perbuatanmu yang buruk itu dan perlanggaranmu terhadap perintah-perintah dan ajaran-ajaranku."
Kaum Musa menjawab:
"Kami tidak sesekali melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, akan tetapi kami disuruh membawa beban-beban perhiasan yang berat kepunyaan orang Mesir yang atas anjuran Samiri kami lemparkan ke dalam api yang sedang menyala."
"Kemudian perhiasan-perhiasan yang kami lemparkan itu menjelma menjadi patung anak lembu yang bersuara, sehingga dapat menyilaukan mata kepala kami dan menggoyahkan iman yang sudah tertanam di dalam dada kami."
Berkata Musa kepada mereka:
"Sesungguhnya kamu telah berbuat dosa besar dan menyia-nyiakan dirimu sendiri dengan menjadikan patung anak lembu itu sebagai sesembahanmu, maka bertaubatlah kamu kepada Tuhan, Penciptamu dan Pencipta alam semesta dan mohonlah ampun darinya agar Dia menunjukkan kembali kepada jalan yang benar."
Akhirnya kaum Musa itu sadar atas kesalahannya dan mengakui bahwa mereka telah disesatkan oleh syetan dan memohon ampun dan rahmat Allah agar selanjutnya melindungi mereka dari godaan syaitan dan iblis yang akan merugikan mereka di dunia dan akhirat.
Demikian pula Nabi Musa beristighfar memohon ampun baginya dan bagi Harun saudaranya setelah ternyata bahwa ia tidak melalaikan tugasnya sebagai wakil Musa dalam menghadapi krisis iman yang dialami oleh kaumnya.
Berdoa Musa kepada Tuhannya: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami berdua ke dalam lingkaran rahmat-Mu sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Setelah suasana yang meliputi hubungan Musa dengan Harun di satu pihak dan hubungan mereka berdua dengan kaumnya di lain pihak menjadi tenang kembali, kepingan-kepingan Taurat yang bertaburan sudah dihimpun dan disusun sebagaimana asalnya, maka Allah memerintahkan kepada Musa agar membawa sekelompok dari kaumnya menghadap untuk meminta ampun atas dosa mereka menyembah patung anak lembu.
Tujuh puluh orang dipilih oleh Nabi Musa di antara kaumnya untuk diajak pergi bersama ke Thur Sina memenuhi perintah Allah meminta ampun atas dosa kaumnya.
Mereka diperintahkan untuk keperluan itu agar berpuasa, mensucikan diri, pakaian mereka dan pada waktu yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Musa bersama tujuh puluh orang itu menuju ke bukit Thur Sina.
Setiba mereka di Thur Sina turunlah awan yang tebal meliputi seluruh bukit, kemudian masuklah Nabi Musa diikuti para pengikutnya ke dalam awan gelap itu dan segera mereka bersujud.
Dan sementara bersujud terdengarlah oleh kelompok tujuh puluh itu percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya.
Pada saat itu timbullah dalam hati mereka keinginan untuk melihat Zat Allah dengan mata kepala mereka setelah mendengar percakapan-Nya dengan telinga. Maka setelah selesai Nabi Musa bercakap-cakap dengan Allah berkatalah mereka kepadanya: "Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang."
Dan sebagai jawaban atas keinginan mereka yang menunjukkan keingkaran dan ketakaburan itu, Allah seketika itu juga mengirimkan halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.
Nabi Musa merasa sedih melihat nasib fatal yang menimpa kelompok tujuh puluh orang yang merupakan orang-orang yang terbaik di antara kaumnya. Ia berseru memohon kepada Allah agar diampuni dosa mereka seraya berkata:
"Wahai Tuhanku, aku telah pergi ke Thur Sina dengan tujuh puluh orang yang terbaik di antara kaumku kemudian aku akan kembali seorang diri, pasti kaumku tidak akan mempercayaiku."
"Ampunilah dosa mereka, wahai Tuhanku dan kembalilah kepada mereka nikmat hidup yang Engkau telah cabut sebagai pembalasan atas keinginan dan permintaan mereka yang durhaka itu."
Allah memperkenankan doa Musa dan permohonannya dengan dihidupkan kembali kelompok tujuh puluh orang itu, maka bangunlah mereka seakan-akan orang yang baru sedar dari pingsannya.
Kemudian pada kesempatan itu Nabi Musa mengambil janji dari mereka bahwa mereka akan berpegangan teguh kepada kitab Taurat sebagai pedoman hidup mereka melaksanakan perinta-perintahnya dan menjauhi segala apa yang dilarangnya.
Kisah diatas diceritakan oleh Al-Quran dalam banyak tempat, di antaranya surah "Thaha" ayat 85 - 98, surah "Al-A'raaf ayat 149, 151, 154, 155 dan surah "Al-Baqarah" ayat 55, 56, 63 dan 64.
Tak kurang-kurang karunia Allah yang diberikan kepada kaum Bani Israil. Mereka telah dibebaskan dari kekuasaan Fir'aun yang kejam yang telah menindas dan membudak mereka berabad-abad lamanya.Telah diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah membinasakan Fir'aun , musuh mereka tenggelam di laut.
Kemudian tatkala mereka berada di tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah telah memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan "Manna dan Salwa" bagi keperluan mereka.
Di samping itu Allah mengutus beberapa orang rasul dan nabi dari kalangan mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada mereka. Akan tetapi karunia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang diberikan kepada mereka, tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang tidak mengenal syukur, berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestina, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu.
Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku "Kana'an" yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan adu kekuatan.
Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan'an dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Berkata mereka tanpa malu, menunjukan sifat pengecutnya kepada Musa:
"Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan'an itu keluar. Kami tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fisik karena mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan'an itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu."
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat bermukim tetapi ingin memperolehnya sebagai hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dalam banyak peristiwa.
Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah.
Dalam keadaan marah setelah mengetahui bahwa tiada seorangpun dari kaumnya yang akan mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu, berdoalah Nabi Musa kepada Allah:
"Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu."
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra'il yang telah menolak perintah Allah memasuki Palestina, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap.
Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.
Cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-Maidah ayat 20 - ayat 26.
Salah
satu dari beberapa mukjizat yang telah diberikan oleh Allah kepada
Nabi Musa ialah penyembelihan sapi yang terkenal dengan sebutan sapi
Bani ISra'il.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperoleh warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya sebagian daripadanya.
Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh walau sebagian dari peninggalan bapa saudara mereka , mereka bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu,sehingga bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.
Pembunuhan atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang tersusun rapi kemudian datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan, bahwa mereka telah menemukan saudara sepupunya mati terbunuh oleh seorang yang tidak dikenal identitasnya maupun tempat di mana ia menyembunyikan diri.
Mereka mengharapkan Nabi Musa dapat menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta siapakah gerangan pembunuhnya.
Untuk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera mewahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Tatkala Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu kepada kaumnya ia ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat menerima bahwa hal yang sedemikian itu bisa terjadi.
Mereka lupa bahwa Allah telah berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan kepada Musa yang kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih sukar untuk diterima oleh akal manusia berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam peristiwa pembunuhan pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek:
"Apakah dengan cara yang engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi yang harus kami sembelih?"
Musa menjawab: "Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada belangnya."
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pada seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah hidupnya.
Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh,ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu.
Maka berkat doa ayah yang soleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Setelah disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah lidahnya oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang seketika bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra'il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada dan hati mereka.
Ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas, terdapat dalam surah "Al-Baqarah ayat 67 - 73.
Dikisahkan bahwa ada seorang anak laki-laki putera tunggal dari seorang kaya-raya memperoleh warisan harta peninggalan yang besar dari ayahnya yang telah wafat tanpa meninggalkan seorang pewaris selain putera tunggalnya itu.
Saudara-saudara sepupu dari putera tunggal itu iri hati dan ingin menguasai harta peninggalan yang besar itu atau setidak-tidaknya sebagian daripadanya.
Dan kerana menurut hukum yang berlaku pada waktu itu yang tidak memberikan hak kepada mereka untuk memperoleh walau sebagian dari peninggalan bapa saudara mereka , mereka bersekongkol untuk membunuh saudara sepupu pewaris itu,sehingga bila ia sudah mati hak atau warisan yang besar itu akan jatuh kepada mereka.
Pembunuhan atas pewaris sah itu dilaksanakan menurut rencana yang tersusun rapi kemudian datanglah mereka kepada Nabi Musa melaporkan, bahwa mereka telah menemukan saudara sepupunya mati terbunuh oleh seorang yang tidak dikenal identitasnya maupun tempat di mana ia menyembunyikan diri.
Mereka mengharapkan Nabi Musa dapat menyingkap tabir yang menutupi peristiwa pembunuhan itu serta siapakah gerangan pembunuhnya.
Untuk keperluan itu, Nabi Musa memohon pertolongan Allah yang segera mewahyukan perintah kepadanya agar ia menyembelih seekor sapi dan dengan lidah sapi yang disembelih itu dipukullah mayat sang korban yang dengan izin Allah akan bangun kembali memberitahukan siapakah sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan atas dirinya.
Tatkala Nabi Musa menyampaikan cara yang diwahyukan oleh Allah itu kepada kaumnya ia ditertawakan dan diejek karena akal mereka tidak dapat menerima bahwa hal yang sedemikian itu bisa terjadi.
Mereka lupa bahwa Allah telah berkali-kali menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mukjizat yang diberikan kepada Musa yang kadang kala bahkan lebih hebat dan lebih sukar untuk diterima oleh akal manusia berbanding mukjizat yang mereka hadapi dalam peristiwa pembunuhan pewaris itu.
Berkata mereka kepada Musa secara mengejek:
"Apakah dengan cara yang engkau usulkan itu, engkau bermaksud hendak menjadikan kami bahan ejekan dan tertawaan orang? Akan tetapi kalau memang cara yang engkau usulkan itu adalah wahyu, maka cubalah tanya kepada Tuhanmu, sapi betina atau jantankah yang harus kami sembelih? Dan apakah sifat-sifatnya serta warna kulitnya agar kami tidak dapat salah memilih sapi yang harus kami sembelih?"
Musa menjawab: "Menurut petunjuk Allah, yang harus disembelih itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman tidak cacat dan tidak pula ada belangnya."
Kemudian dikirimkanlah orang ke pelosok desa dan kampung-kampung mencari sapi yang dimaksudkan itu yang akhirnya diketemukannya pada seorang anak yatim piatu yang memiliki sapi itu sebagai satu-satunya harta peninggalan ayahnya serta menjadi satu-satunya sumber nafkah hidupnya.
Ayah anak yatim itu adalah seorang fakir miskin yang soleh,ahli ibadah yang tekun yang pada saat mendekati waktu wafatnya, berdoalah kepada Allah memohon perlindungan bagi putera tunggalnya yang tidak dapat meninggalkan warisan apa-apa baginya selain seekor sapi itu.
Maka berkat doa ayah yang soleh itu terjuallah sapi si anak yatim itu dengan harga yang berlipat ganda karena memenuhi syarat dan sifat-sifat yang diisyaratkan oleh Musa untuk disembelih.
Setelah disembelih sapi yang dibeli dari anak yatim itu, diambillah lidahnya oleh Nabi Musa, lalu dipukulkannya pada tubuh mayat, yang seketika bangunlah ia hidup kembali dengan izin Allah, menceritakan kepada Nabi Musa dan para pengikutnya bagaimana ia telah dibunuh oleh saudara-saudara sepupunya sendiri.
Demikianlah mukjizat Allah yang kesekian kalinya diperlihatkan kepada Bani Isra'il yang keras kepala dan keras hati itu namun belum juga dapat menghilangkan sifat-sifat congkak dan membangkang mereka atau mengikis-habis bibit-bibit syirik dan kufur yang masih melekat pada dada dan hati mereka.
Ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan pokok cerita di atas, terdapat dalam surah "Al-Baqarah ayat 67 - 73.
Nabi Musa A.S. dan Al-Khidir
Pada suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah kepada mereka, memberi nasihat dengan mengingatkan kepada mereka akan karunia dan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada mereka.
Hal ini sepatutnya diimbangi dengan syukur dan pelaksanaan ibadah yang tulus, melakukan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka yang beriman, bertaat dan bertakwa, Nabi Musa menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka.
Begitu Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah di antara para hadiri bertanya kepadanya: "Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai dan paling berpengetahuan?" "Aku", jawab Musa. Apakah tidak ada kiranya orang yang lebih pandai dan lebih berpengetahuan daripadamu?" Tanya lagi si penanya itu. "Tidak ada" , ujar Musa seraya berkata dalam hati kecilnya:
" Bukankah aku Nabi terbesar di antara Bani Isra'il? Aku adalah penakluk Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap langsung dengan Tuhan. Maka kemuliaan apa lagi yang dapat melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku."
Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, niscaya akan terdapat orang lain yang lebih pandai dan lebih alim darinya.
Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar menemui seorang hamba-Nya di suatu tempat di mana dua lautan bertemu.
Hamba yang soleh yang telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikannya sadar bahwa tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.
Berkata Musa kepada Tuhan:
"Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang soleh itu, untuk memperoleh bunga api ilmunya dan mendapat tetesan air pengetahuan dan ilham yang Engkau telah berikan kepadanya."
Allah berfirman kepada Musa:
"Bawalah seekor ikan didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di dalam keranjang itu, di situ engkau akan menemui hamba-Ku yang soleh itu."
Nabi Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh "Yusya' bin Nun" seorang dari para pengikutnya yang setia. Ia membawa bekal makanan dan minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah.
Ia berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun bila perlu. Ia berpesan kepada teman sepejalanannya Yusya' bin Nun agar segera memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.
Tatkala Nabi Musa beserta Yusya' bin Nun sampai di mana dua lautan bertemu yang telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan.
Pada saat ia lagi tidur nyenyak, turunlah hujan rintik-rintik, membasahi seekor ikan di dalam keranjang itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah mereka meneruskan perjalanan yang tidak menentu arah mahupun tujuan.
Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa penatnya seraya meminta dari Yusya bin Nun agar menyiapkan santapannya karena ia sudah sangat lapar.
Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya' kepada Nabi Musa:
"Aku telah dilupakan oleh syetan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melaporkan kepadamu segera, sesuai dengan pesanmu, namun aku dilupakan oleh syetan."
Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya' karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya':
"Inilah tempat yang kita tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu yang menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kita yang jauh ini."
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya.
"Siapakah engkau?" bertanya orang soleh itu. Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani Israilkah?"
"Betul", jawab Musa, seraya bertanya: "Dari manakah engkau mengetahui bahwa aku adalah Nabi Bani Isra'il?"
"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu. "Inilah hamba Allah yang aku cari", berkata Musa dalam hatinya.
Seraya mendekatinya dan berkata kepadanya: "Dapatkah engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu."
Hamba soleh atau menurut banyak pendapat ahli-ahli tafsir Nabi Al-Khidhir itu menjawab: "Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku.
Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dan engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut pandanganmu."
Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan : "Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu."
Berkata Al-Khidhir kepada Musa:
"JIka engkau benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku memberitahukan kepadamu."
"Engkau harus berjanji bahwa engkau tidak akan menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kita berdua."
Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh Musa yang berjanji akan mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan Al-Khidhir terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar mengantar mereka di suatu tempat yang di tuju.
Dengan senang hati diantarlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa.
Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang sedang meluncur dengan lajunya di antara gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat Al-Khidhir melubangi perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah Al-Khidhir dengan berkata:
"Engkau telah melakukan perbuatan mungkar dengan merusak dan melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kita dan mengantarkan kitake tempat yang kita tuju tanpa membayar sesen pun?"
Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa: "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri melihat tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku."
Musa berkata: "Maafkanlah aku. Aku telah lupa akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku."
Permintaan maaf Musa diterima oleh Al-Khidhir dan tibalah mereka berdua di tempat yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya.
Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu.
Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan Al-Khidhir yang dengan sewenang-wenang telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya.
Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah ia seraya berkata:
"Mengapa engkau telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji."
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya:
"Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?"
Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa:
"Maafkanlah aku untuk kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku meneruskan perjalanan bersamamu dengan perjanjian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah aku diperbolehkan menyertaimu seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau memberi maaf kepadaku."
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirahat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh.
Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan makanan untuk sekadar mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bahil (pelit) itu yang mau menolong mereka memberi tempat beristirahat atau sesuap makanan sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan ditegakkannya kembali. Dan secara spontan, tanpa disadari, berkata Musa kepada Al-Khidhir:
"Heran bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi orang-orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada kita tempat istirahat dan sesuap makanan untuk perut kita yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar dengan upah yang engkau peroleh itu dapat kita menutupi keperluan makan minum kita."
Al-Khidhir menjawab:
"Wahai Musa, inilah saat untuk kita berpisah sesuai dengan janjimu yang terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan. Akan tetapi sebelum kita berpisah ,akan aku berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut."
"Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjutkan uraiannya,"bahwa pengrusakan perahu yang kita tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka sehari-hari."
"Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu yang dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya."
"Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu.Kedua orang tua anak itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu."
"Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada mereka berdua."
"Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu."
"Ayah mereka adalah orang yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan utuh bila mereka sudah dewasa,sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu."
"Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku."
Kisah Musa dan Al-Khidir ini dapat dibaca dalam surah "Al-Kahfi" ayat 60 - 82.
Qarun adalah nama seorang drp kaum Nabi Musa dan keluarganya yang dekat. Ia dikaruniai Allah kelapangan rezeki dan kekayaan harta benda yang besar yang tidak ternilai bilangannya.
Ia hidup mewah, selalu mujur dalam usahanya mengumpulkan kekayaan, sehingga menjadi padatlah khazanahnya dengan harta benda dan benda-benda yang sangat berharga.
Sampai-sampai para juru kuncinya tidak berdaya membawa atau memikul kunci -kunci peti hartanya karena sangat banyak dan beratnya. Ia hidup secara mewah dan menonjol di antara kaum dan penduduk kotanya.
Segala-galanya adalah luar biasa dan lain daripada yang lain. Gedung-gedung tempat tinggalnya ,pakaiannya sehari-hari ,pelayan-pelayannya dan hamba sahayanya yang bilangannya melebihi keperluan.
Dan walaupun ia tenggelam dalam lautan kenikmatan duniawi yang tiada taranya pada masa itu, ia merasa masih belum puas dengan tingkat kekayaan yang ia miliki dan terus berusaha mengisi hartanya yang sudah padat itu, sifat mausia yang serakah yang tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah dicapai.
Jika ia sudah memiliki segantang emas ia ingin memperolhi segantang yang kedua dan demikian seterusnya.
Sebagaimana halnya dengan kebanyakan orang-orang kaya yang telah dimabukkan oleh harta bendanya maka Qarun tidak merasa sedikit pun bahwa dia mempunyai kewajiban sosial dengan harta kekayaannya itu.
Ia dalam hidupnya hanya memikirkan kesenangan dan kesejahteraan peribadinya, memikirkan bagaimana ia dapat menambahkan kekayaannya yang sudah melimpah-limpah itu.
Ia telah dinasihati oleh pemuka-pemuka kaumnya agar ia menyisihkan sebagian kecil dari kekayaannya untuk menolong para fakir miskin, menolong orang-orang yang telanjang yang tidak berpakaian dan lapar tidak dapat makanan.
Ia diperingatkan bahwa kekayaan yang ia perolehi itu adalah kurniaan dari Tuhan yang harus disyukuri dengan beramal kebajikan terhadap sesama manusia dan melakukan perbuatan-2 yang dapat meringankan penderitaan orang-orang yang ditimpa musibah atau menderita cacat.
Diperingatkan bahwa Allah yang telah memberinya rezeki yang luas itu dapat sewaktu-waktu mencabutnya bila ia melalaikan kewajiban sosialnya.
Nasihat yang baik dan peringatan yang jujur yang dikemukakan oleh pemuka-pemuka kaumnya itu tidak diindahkan oleh Qarun dan tidak mendapat tempat didalam hatinya.
Ia bahkan merasa bahwa karena kekayaannya ialah yang harus memberi nasihat dan bukan menerima nasihat.Orang harus tunduk kepadanya, mematuhi perintahnya, mengiyakan kata-katanya dan membenarkan segala tindak tanduknya.
Ia menyombongkan diri dengan mengatakan kepada orang-orang yang memberikan nasihat itu bahwa kekayaan yang ia miliki adalah semata-mata hasil jerih payahnya dan hasil kecakapan dan kepandaiannya berusaha dan bukan merupakan karunia atau pemberian dari siapa pun.
Karenanya ia bebas menggunakan harta kekayaannya menurut kehendak hatinya sendiri dan tidak merasa terikat oleh kewajipan sosial berupa pertolongan dan bantuan kepada para fakir miskin dan para penderita yang memerlukan bantuan dan pertolongan.
Sebagai tentangan bagi para orang yang menasihatinya, Qarun makin meningkatkan cara hidup mewahnya dan secara menyolok memamerkan kekayaannya dengan berlebih-lebihan.
Bila ia keluar, Ia mengenakan pakaian dan perhiasan yang bergemerlapan, membawa pengantar dan pembantu lebih banyak daripada biasanya dan mengendarai kuda-kuda yang dihiasi dengan indah dan cantik.
Kemewahan yang ditonjolkan secara menyolok itu ,membuat iri-hati dikalangan penduduk terutama mereka yang masih lemah imannya. Mereka berbisik-bisik diantara sesama mereka mengeluh dengan berkata:
"Mengapa kami tidak diberi rezeki dan kenikmatan seperti yang telah diberikan kepada Qarun? Alangkah mujurnya nasib Qarun dan alangkah bahagianya dia dalam hidupnya di dunia ini."
"Dan mengapa Tuhan melimpahkan kekayaan yang besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang-orang yang melarat dan sengsara, orang-orang yang fakir dan miskin yang memerlukan pertolongan berupa pakaian mahupun makanan.Dimanakah letak keadilan Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih itu?"
Qarun yang tidak mengabaikan anjuran orang, agar ia secara sukarela menyediakan sebahagiaan harta kekayaannya untuk disedekahkan kepada orang-orang yang memerlukannya, melarat dan miskin akhirinya didatangi oleh Nabi Musa menyampaikan kepadanya bahwa Allah telah mewahyukan perintah berzakat bagi tiap-tiap orang yang kaya dan berada.
Diterangkan oleh Musa kepadanya bahwa dalam harta kekayaan tiap orang,ada bagian yang telah ditentukan oleh Tuhan sebagai hak fakir miskin yang wajib diserahkan kepada mereka.
Qarun merasa jengkel memerima perintah wajib berzakat itu dan menyatakan keraguan dan kesangsian kepada Musa. Ia berkata:
"Hai Musa kami telah membantumu dan menyokongmu dalam dakwahmu kepada agama barumu. Kami telah menuruti segala perintahmu dan mendengarkan segala kata-katamu. Sikap kami yang lunak itu terhadap dirimu telah memberanikan engkau bertindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya dan mulailah engkau ingin meraih harta benda kami."
"Engkau rupanya ingin juga menguasai harta kekayaan kami setelah kami serahkan kepadamu hati dan fikiran kami sebulat-bulatnya. Dengan perintah wajib zakatmu ini engkau telah membuka topengmu dan menunjukkan dustamu dan bahwa engkau hanya seorang pendusta dan ahli sihir belaka."
Tuduhan Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari wajib berzakat itu ditolak oleh Nabi Musa yang menegaskan kembali bahwa kewajiban berzakat iut tidak dapat ditawar-tawar dan harus dilaksanakan karena ia adalah perintah Allah yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan semestinya.
Qarun tidak dapat mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu setelah berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar yang harus ia keluarkan zakat harta kekayaannya.
Setelah tiba di rumah dan menghitung-hitung bahagian yang harus dizakatkan dari harta miliknya Qarun merasa terlampau besar yang harus dizakatkan dan merasa sayang bahwa ia harus mengeluarkan dari hartanya sejumlah uang tanpa meperoleh imbalan suatu keuntungan dan laba.
Setelah difikirkan, akhirnya Qarun mengambil keputusan untuk tidak akan mengeluarkan zakat walau apapun yang akan terjadi akibat tindakannya itu.
Untuk menguatkan aksi pemboikotannya terhadap kewajiban mengeluarkan zakat, Qarun menyebarkan fitnah kepada Nabi Musa dengan maksud menarik orang agar menjadikan pendukung aksinya dan mengikutinya menolak kewajiban mengeluarkan zakat sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Musa.
Ia menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi Musa dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya bertujuan ingin memperkaya diri dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya.
Lebih jahat lagi untuk menjatuhkan Nabi Musa dan kewibawaannya, Qarun bersekongkol dengan seorang wanita yang diajarinya agar mengaku didepan umum bahwa ia telah melakukan perbuatan zina dengan Musa. Akan tetapi Allah tidak rela nama Rasul-Nya tercemar oleh tuduhan palsu yang dibuat oleh Qarun itu.
Maka digerakkanlah hati wanita sewaannya itu untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya dan bahwa apa yang ia tuduhkan kepada Nabi Musa adalah fitnahan dan ajaran Qarun semata-mata dan bahawasannya Musa adalah bersih dari perbuatan yang dituduh itu.
Setelah ternyata bagi Nabi Musa bahwa Qarun tidak beriktikad baik dan bahwa ia tidak dapat diharap menjadi pengikut yang soleh yang mematuhi perintah Allah terutama perintah wajib zakat bahkan ia dapat merusak akhlak dan iman para pengikut Musa dengan sikap dan cara hidupnya yang berlebih-lebihan mewahnya, ditambah pula usahanya yang tidak henti merusak kewibawaan Nabi Musa dengan melontarkan fitnahan dan berbagai hasutan.
Karena hal itu, maka habislah kesabaran Nabi Musa ,lalu berdoa ia kepada Allah agar menurunkan azab-Nya atas diri Qarun yang sombong dan congkak itu,agar menjadi pelajaran bagi kaumnya yang sudah mulai goyah imannya melihat kenikmatan yang berlimpah-limpah yang telah Allah kurniakan kepada Qarun yang membangkang itu.
Maka dengan izin Allah yang telah memperkenankan doa Nabi Musa terjadilah tanah runtuh yang dahsyat di mana terletak bangunan gedung-gedung yang mewah tempat tinggal Qarun dan tempat penimbunan harta kekayaannya. Terbenamlah seketika itu Qarun hidup-hidup berserta semua milik kekayaan yang menjadi kebanggaannya.
Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi contoh bagi pengikut Nabi Musa serta obat rohani bagi mereka yang beriri hati dan mendambakan kenikmatan dan kemewahan hidup sebagaimana yang telah dialami oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada Allah:
"Sekiranya Allah telah melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya, nescaya kami dibenamkan pula seperti Qarun yang selalu kami inginkan kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami telah tersesat ketika kami beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa binasa baginya. Sungguh amat tidak beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah."
Isi cerita tersebut di atas dapat dibaca dalam Qur'an surah "Qashash" ayat 76 - 82 dan surah "Al-Ahzaab" ayat 69.
Thalout diangkat sebagai raja Bani Isra'il
Setelah Bani Isra'il memasuki Palestina dan menguasainya di bawah pimpinan Yusya bin Nun mereka selalu menjadi sasaran penyerbuan dan serangan dari bangsa-bangsa sekelilingnya, seperti suku Amaliqah dari bangsa Arab, bangsa Palestina sendiri dan bangsa Aramiyin. Kemenangan dan kekalahan di antara mereka silih berganti.
Pada suatu waktu datanglah bangsa Palestina penduduk "Usydud" suatu daerah dekat Gaza menyerbu dan menyerang mereka dan terjadilah pertempuran yang berakhir dengan kemenangan bangsa Palestina yang berhasil, mencerai-beraikan Bani Israil dan merampas benda keramat mereka yang bernama "Tabout", yaitu sebuah peti tempat penyimpanan kitab Taurat.
Peti yang disebut Tabout itu adlah merupakan salah satu dari banyak karunia yang telah diberikan oleh Allah kepada Bani Isra'il. Mereka menganggap Tabout itu suatu benda keramat yang dapat menginspirasikan kekuatan dan keberanian kepada mereka dikala menghadapi musuh.
Maka karenanya dalam tiap medan perang dibawanyalah Tabout itu untuk memberi kekuatan batin dan semangat juang bagi mereka memberi rasa berani bagi mereka dan rasa takut bagi musuh.
Maka dengan dirampasnya Tabout itu oleh bangsa Palestina hilanglah pegangan mereka dan berantakanlah barisannya, retaklah kesatuannya sehingga menjadi laksana binatang ternakan yang ditinggalkan gembalanya.
Dan memang sejak ditinggalkan oleh Nabi Musa, Bani Isr'il tidak mempunyai seorang raja atau seorang pemimpin yang berwibawa yang dapat mengikat mereka di bawah satu bendera dan menghimpun mereka di bawah satu komando bila terjadi serangan dari luar dan penyerbuan oleh musuh.
Mereka hanya dipimpin oleh hakim-hakim penghulu yang memberi tuntunan kepada mereka dalam bidang keagamaan dan kadangkala menjadi juru damai jika timbul perselisihan dan sengketa di antara sesama mereka.
Di antara penghulu itu terdapat seorang penghulu yang paling disegani dan di hormati bernama Somu'il. Kata-katanya selalu didengar dan nasihatnya selalu diterima dan ditaati.
Kepada Somu'il datanglah beberapa pemuda Bani Isra'il yang merasa sedih melihat keadaan kaumnya menjadi kacau balau dan bercerai berai setelah dikalahkan oleh bangsa Palestina dan dikeluarkan dari negeri mereka serta dirampasnya Tabout yang merupakan peti wasiat dan benda keramat bagi mereka.
Mereka mengutarakan kepada Samu'il bahwa mereka memerlukan seorang pemimpin yang kuat yang berwibawa dan mempunyai kekuasaan sebagai seorang raja untuk menghimpun mereka dan seterusnya menjadi panglima perang.
Samu'il yang mengenal baik watak mereka dan titik-titik kelemahan serta sifat-sifat licik dan pembangkang yang meletak pada diri mereka berkata:
"Aku khawatir bahwa kamu akan takut dan enggan bertempur melawan musuh bila kepadamu diperintahkan untuk berperang menghalau musuh dari negerimu."
Mereka menjawab:
"Bagaimana kami menolak perintah semacam itu dan enggan maju bertempur melawan musuh sedangkan kami telah dihina diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari sanak keluarga kami."
"Bukankah suatu hal yang memalukan dan menurun derajat kami sebagai bangsa, bila dalam keadaan yang sedang kami alami ini, kami masih juga enggan berperang melawan musuh yang datang menyerang dan menyerbu daerah kami."
"Kami akan maju dan tidak akan gentar masuk dalam medan perang, asalkan saja kami akan dapat pimpinan dari seorang yang pintar, berani serta berwibawa sehingga komandonya dan segala perintahnya akan dipatuhi oleh kaum kami semuanya."
Somu'il berkata:
"Jika demikian ketetapan hatimu dan demikian pula keinginanmu untuk memperoleh seorang raja yang akan memimpin dan membimbing kamu , maka berilah waktu kepadaku untuk beristikharah memohon pertolongan Allah menunjukkan kepadaku seseorang yang patut dan layak menjadi raja bagimu."
Di dalam istikharahnya, Somuil mendapat ilham dan petunjuk dari Allah, agar ia memilih serta mengangkat seorang yang bernama "Thalout" menjadi raja Bani Isra'il.
Dan walaupun ia belum pernah mendengar nama itu atau mengenalkan orangnya Allah akan memberinya jalan dan tanda-tanda yang akan memungkinkan ia bertemu muka dengan orang itu dan mengenalinya dengan segera.
Thalout adalah seorang berbadan gemuk dan jangkung, tegak, kuat dan berparas tampan. Dari pancaran kedua matanya orang dapat mengetahui bahwa ia adalah seorang yang cerdik, pandai dan bijaksana, memiliki hati yang tabah dan berani.
Ia hidup dan bertempat tinggal di sebuah desa yang agak terpencil sehingga tidak banyak dikenal orang Ia hidup bersama ayahnya bertani dan memelihara hewan ternak.
Pada suatu hari di kala Thalout sedang sibuk bersama ayahnya mengurus tanah ladangnya terlepaslah dari kadang seekor keledai dari hewan-hewan peliharaannya dan menghilang.
Pergilah Thalout bersama seorang pembantunya mencari keledai yang hilang itu di celah-celah lembah dan bukit di sekitar desanya, namun tidak berhasil menemukan kembali hewan yang terlepas itu.
Akhirnya ia mengajak pembantunya kembali karena khawatir ayahnya akan menjadi gelisah bila ia lebih lama meninggalkan rumahnya mencari keledai yang hilang itu.
Berkata sang pembantu kepada Thalout:
"Kitai sekarang sudah berada di daerah Shuf tempat dimana Somu'il berada. Alangkah baiknya kalau kita pergi kepadanya menanyakan kalau-kalau ia dapat memberikan petunjuk kepada kita di mana kiranya kita dapat menemukan keledai kita itu."
"Ia adalah seorang nabi yang menerima petunjuk dari Tuhannya melalui para malaikat dan dia telah sering kali mengungkapkan hal-hal ghaib yang ditanyakan oleh orang kepadanya."
Thalout menerima baik saran pembantunya dan berangkatlah mereka berdua menuju tempat tinggal Somu'il. Di tengah perjalanan, mereka bertanya kepada beberapa gadis yang ditemuinya sedang menimpa air dari sebuah perigi:
"Di manakah tempat tinggal Nabi Somu'il?" "Tidak usah kamu cepat-cepat meneruskan perjalananmu. Somu'il sebentar lagi akan datang ke sini. Ia sedang ditunggu kedatangannya di atas bukit oleh rakyat tempat itu." Para gadis itu menjawab.
Ternyata bahwa belum selesai para gadis itu memberikan keteranagnnya, muncullah Somu'il dengan wajahnya yang berseri-seri memancarkan cahaya kenabian dan keimanan yang mengesahkan.
Thalout segera mendekati Somu'il dan setelah saling pandang memandang, berkatalah Thalout:
"Wahai Nabi Allah, kami datang menemui mu untuk memohon pertolongan yaitu dapatkah kiranya kami diberi petunjuk di manakah kami dapat menemukan kembali keledai kami yang telah terlepas dari kandang dan menghilang tidak kami temukan jejaknya walaupun sudah tiga hari kami berusaha mencarinya."
Somu'il setelah memandang wajah Thalout dengan teliti sedarlah ia bahwa inilah orangnya yang oleh Allah ditunjuk untuk menjadi raja pemimpin dan penguasa Bani Isra'il. Ia berkata kepada Thalout:
"Keledai yang engkau cari itu sedang berada dalam perjalanan kembali ke kandangnya di tempat ayahmu."
"Janganlah engkau cemaskan fikiranmu dan ributkan dirimu dengan urusan keledai itu. Karena aku memang mencarimu dan ingin menemuimu untuk urusan yang lebih besar dan lebih penting dari soal keledai."
"Engkau telah dipilih oleh Allah untuk memimpin Bani Israil sebagai raja, mempersatukan barisan mereka yang sudah kacau-balau serta membebaskan mereka dari musuh-musuh yang sedang menyerbu dan menduduki negeri mereka. Dan insya-Allah Tuhan akan menyertaimu memberi perlindungan kepadamu dan mengaruniakan kemenangan dan kemujuran dalam segala sepak terajangmu."
Thalout menjawab:
"Bagaimana aku dapat menjadi seorang raja dan pemimpin Bani Isra'il sedang aku ini seorang dusun anak cucu Benyamin yang paling papa, terasing dari pengaulan orang ramai,seorang anak tani dan penggembala hewan yang tidak dikenal orang?"
Berkata Somu'il:
"Itu adlah kehendak Allah dan perintah-Nya. Allah lebih tahu pada siapa Ia meletakkan amanat dan tugas-tugas-Nya. Dialah yang menugaskan dan Dia pulalah yang akan melengkapi segala kekuranganmu. Bersyukurlah engkau atas nikmat dan karunia Allah ini. Terimalah tugas suci ini dengan keteguhan hati dan kepercayaan penuh akan pertolongan dan perlindungan Allah kepadamu."
Kemudian dipeganglah tangan Thalout, diangkatnya keatas seraya menghadap kepada kaumnya dan berkata:
"Wahai kaumku, inilah orangnya yang oleh Allah telah dipilih untuk menjadi rajamu. Ia berkewajiban memimpin kamu dan mengurus segala urusanmu dengan sebaik-baiknya dan kamu berkewajiban taat kepadanya, mematuhi segala perintahnya dan berdiri tegak di belakang komandonya."
"Bersatu padulah kamu di bawah bendera raja Thalout dan bersiap-siaplah untuk berjuang melawan musuh-musuhmu."
Bani Isra'il yang sedang berkumpul mengerumuni somu'il mendengarkan pidato pelantikannya mengangkat Thalout sebagai raja, tercengang dan terkejut dan dengan mulut ternganga mereka melihat satu kepada yang lain,bergantian pandangan mereka dari wajah Somu'il ke wajah thalout yang menandakan keheranan dan ketidak-puasan dengan pengangkatan itu.
Selintas pun tidak terfikir oleh mereka bahwa seorang seperti Thalout yang papa dan miskin dan tidak dikenal orang ialah yang akan dipilih oleh Somu'il soal pemilihan dan pengangkatan seorang raja bagi mereka.
Berkata mereka kepada Somu'il:
"Bagaimana seorang seperti Thalout ini akan dapat memimpin kami sebagai raja padahal ia seorang yang miskin yang tidak dikenal orang dan pergaulan sehari-harinya hanya terbatas didesanya. selain itu ia bukannya dari keturunan "Lawi" yang menurunkan para nabi Bani Israil, juga bukan dari keturunan "Yahuda" yang menurunkan raja-raja Bani Isra'il sejak dahulu kala."
"Ia pun tidak memiliki pengalaman dan kecakapan yang diperlukan oleh seorang raja untuk mengurus serta mempertahankan kerajaannya. Mengapa tidak dipilih saja seorang dari mereka yang berada di kota yang pandai-pandai, berpengalaman dan berkeadaan cukup?"
berkata Somu'il menanggapi keberatan-2 yang dikemukakan oleh kaumnya: "Pengurusan kerajaan dan pemimpin perang tidak memerlukan kebangsawanan atau kekayaan. Ia memerlukan kecakapan, kebijaksanaan, kecerdasan berfikir dan kecekatan bertindak.
Sifat-sifat itu terdapat dalam diri Thalout di samping ia memiliki tubuh yang kuat, perawakan yang tegap dan kekar serta paras muka yang tampan yang memberi kesan baik bagi orang-orang yang menghadapinya.
Selain itu semuanya, ia adalah pilihan Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal hamba-hamba-Nya. Maka tidak patutlah kita memilih orang lain setelah Allah menjatuhkan pilihan-Nya."
"Baiklah", kata mereka, "Jika yang demikian itu pilihan dan kehendak Allah, maka kami tidak dapat berbuat lain selain menerima kenyataan ini. Akan tetapi untuk menghilangkan keragu-raguan kami tentang diri Thalout, berilah kepada kami suatu tanda yang dapat menyakinkan kami bahwa Thalout benar-benar pilihan Allah."
Somu'il menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengetahui watak dan tabiat kamu yang kaku dan keras kepala. Imanmu tidak berada di dalam hati tetapi di kelopak mata. Kamu tidak mempercayai sesuatu tanpa bukti yang dapat kamu rasa dengan pancaindera kamu.
Maka sebagai bukti bahwa Allah merestui pengangkatan Thalout menjadi raja kamu, ialah bahwa kamu akan menemukan kembali peti keramatmu "Tabout" yang telah hilang dan dirampas oleh bangsa Palestina. Kamu akan menemukan itu datang kepadamu dibawa oleh malaikat. Pergilah kamu keluar kota sekarang juga untuk menerimanya."
Setelah ternyata bagi mereka kebenaran kata-kata Somu'il dengan ditemuinya kembali Tabout yang sudah tujuh bulan berada di tangan orang-orang Palestina itu, maka diterimalah pengangkatan Thalout sebagai raja mereka dengan memberikan bai'at kepadanya dan janji akan taat serta mematuhi segala nasihat dan perintahnya.
Tugas
pertama yang dilakukan oleh thalout setelah dinobatkan sebagai raja
ialah menyusun kekuatan dengan menghimpun para pemuda dan
orang-orang yang masih kuat untuk menjadi tentera yang akan mengahdapi
bangsa Palestin yang terkenal kuat dan berani.
Ia menyusun bala tenteranya dari orang-orang yang masih kuat, tidak mempunyai tanggungan keluarga, tidak mempunyai ikatan-ikatan dagang usaha sehingga dapat membulatkan tekadnya untuk berjuang dan memusatkan fikiran dan tenaga bagi mencapai kemenangan dan menghalau musuh dari negeri mereka dengan semangat yang teguh yang tidak tergoyahkan.
Sebagai ujian untuk mengetahui sampai sejauh mana rakyatnya atau barisan tentaranya yang disusun itu berdisiplin mengikuti komando dan perintahnya.
Thalout berkata kepada mereka:
"Kamu dalam perjalananmu di bawah terik panasnya matahari akan melalui sebuah sungai. Maka barang siapa di antara kamu minum dari air sungai itu, ia bukan pengikutku yang setia yang dapat kupercayai kesungguhan hatinya dan kebulatan tekadnya.
Sebaliknya barangsiapa di antara kamu yang hanya menciduk air sungai itu seciduk tangan untuk sekadar membasahi kerongkongannya, maka ia ialah seorang pengikutku dan tentera yang benar-benar dapat kuandalkan keberaniannya dan kedisiplinannya."
Ternyata apa yang dikhuatirkan oleh Thalout telah terjadi dan menjadi kenyataan. Setiba barisan tentera Thalout di sungai yang dimaksudkan itu, hanya sebagian kecil sajalah dari mereka yang disiplin mengikuti petunjuk Thalout secara tepat.
Sedang bagian yang besar tidak dapat bersabar menahan dahaganya dan minumlah mereka dari air sungai itu sepuas-puas hatinya.
Walaupun telah terjadi pelanggaran disiplin oleh sebahagian besar dari anggota tentaranya, thalout tetap berkeras hati melanjutkan perjalanannya menuju ke medan perang dengan pasukan yang tidak bersatu padu dan disiplin sebagaimana ia duga dan harapkan.
Ia hanya bersandar dan mengandalkan kekuatan tentaranya kepada bagian kecil yang sudah terbukti setia dan patuh kepada perintah dan petunjuknya.
Sedang terhadap mereka yang sudah melanggar perintahnya dan minum dari air sungai itu, Thalout bersikap sabar, lunak dan bijaksana untuk menghindari keretakan di dalam barisan tenteranya sebelum menghadapi musuh.
Tatkala mereka tiba di medan perang dan berhadapan dengan musuh, sebagian dari pasukan Thalout adalah mereka yang telah melanggar perintah dan minum dari air sungai, merasa kecil hati dan ketakutan melihat pasukan musuh yang terdiri dari orang-orang kuat dan besar-besar dengan peralatan yang lebih lengkap dan jumlah tentara yang lebih besar di bawah pimpinan seorang komandan bernama "Jalout".
Jalout, panglima komandan pasukan musuh terkenal seorang panglima yang berani, cakap dan terkenal tidak pernah kalah dalam peperangan. Tiap orang yang berani bertarung dengan dia pasti mati terbunuh. Namanya telah menimbulkan rasa takut dan kecil hati pada mayoritas dari pasukan Thalout. berkata mereka kepadanya:
"Kami tidak berdaya dan tidak akan sanggup menghadapi dan melawan Jalout berserta tentaranya hari ini. Mereka lebih lengkap peralatannya dan lebih besar bilangannya daripada pasukan kami."
Akan tetapi kelompok yang setia yang merupakan golongan yang kecil dalam pasukan Thalout, tidak merasa takut dan gentar menghadapi Jalout dan bala tentaranya.
Walaupun mereka lebih besar dan lebih lengkap peralatannya karena mereka datang ke medan perang mengikuti Thalout dengan tekad yang bulat hendak membebaskan negerinya dari para penyerbu dengan berbekal tawakkal dan iman kepada Allah.
Sejak mereka melangkahkan kaki keluar dari rumah mereka sudah berniat bulat berjuang bermati-matian melawan musuh yang telah merampas rumah dan tanah mereka dan bersedia mati untuk tugas suci itu. Berkata mereka kepada kawan-kawannya kelompok pengecut itu:
"Majulah terus untuk bertempur melawan musuh. Kami tidak akan kalah karena bilangan yang sedikit atau kerana kelemahan fisik. Kami akan menbawal kemenangan bila iman di dalam dada kami tidak tergoyahkan dan kepercayaan kami akan pertolongan Allah tidak menipis."
"Berapa banyak terjadi sudah, bahwa kelompok yang kecil jumlahnya mengalahkan kelompok yang besar, bila Allah mengizinkannya dan memberikan pertolongan-Nya. Dan Allah selalu berada di sisi orang-orang yang beriman, sabar dan bertawakkal."
Dengan tidak menghiraukan kasak-kusuk dan bisikan kelompok pengecut yang ingin mundur dan melarikan diri dari kewajiban berperang, Raja Thalout terus maju memimpin pasukannya seraya bertawakkal kepada Allah memohon pertolongan dan perlindungan-Nya.
Setelah kedua pasukan merapat berhadapan satu dengan yang lain dan pertempuran dimulai.
Keluarlah dari tengah-tengah barisan bangsa Palestina, panglima besarnya yang bernama Jalout berteriak dengan sekuat suaranya menentang pasukan Thalout mengajak bertarung seorang lawan seorang berulang-ulang ia berseru dengan suara yang lantang agar pihak Thalout mengeluarkan seorang yang akan melawan dia bertanding dan bertarung namun tidak seorang pun keluar dari tengah pasukan Bani Isra'il menghadapinya.
Kata-kata ejekan dan hinaan dilontarkan oleh Jalout kepada pihak musuhnya, pasukan Bani Isra'il yang sedang dicekam oleh rasa takut dan bimbang menghadapi Jalout yang sudah termasyur sebagai jago yang tidak pernah terkalahkan itu.
Pada saat yang kritis dan tegang itu di mana rasa malu rendah diri memenuhi dada dan hati para pemimpin pasukan Bani Isra'il yang sedang memandang satu kepada yang lain, seraya bertanya-tanya dalam hati masing-masing gerangan siapakah di antara mereka yang dapat maju membungkam mulut si Jalout yang berteriak-teriak itu dan melawannya.
Datanglah pada saat itu menghadap raja Thalout seorang lelaki remaja berparas tampan, bertubuh kekar dan tegak, sinar matanya memancarkan keberanian dan kecerdasan. Ia meminta izin dari sang raja untuk keluar menyambut tentangan Jalout dan menandinginya.
Thalout merasa kagum akan keberanian pemuda yang telah menawarkan dirinya untuk bertarung dengan Jalout, sementara orang-orang dari pasukannya sendiri yang sudah berpengalaman berperang tidak ada yang tergerak hatinya untuk menyahut cabaran Jalout yang berteriak-teriak melontarkan ejekan dan hinaan.
Thalout dengan cermat memperhatikan perawakan sang pemuda itu merasa berat dan ragu-ragu untuk memberi izin kepadanya turun ke gelanggang melawan Jalout. Ia tidak membayangkan seorang dalam usia semuda itu, yang belum pernah turun ke medan perang dan tiak berpengalaman bertarung akan selamat dan keluar hidup dari pertarungan melawan Jalout.
Ia benar-benar bukan tandingannya, kata hati Thalout, bahkan merupakan suatu dosa bila ia melepaskan pemuda itu bertarung dengan Jalout. Sayang bagi usianya yang masih muda itu bila ia akan menjadi korban dan makanan pedang Jalout yang tidak pernah memberi ampun kepada lawan-lawannya.
Sang pemuda dengan memperhatikan roman muka Thalout dapat menangkap isi hatinya bahwa ia ragu-ragu dan bimbang untuk melepaskannya bertarung dengan Jalout maka berkatalah ia kepadanya:
"Janganlah engkau terpengaruh oleh usia mudaku dan keadaan fisikku yang menjadikan engkau ragu-ragu dan khawatir melepaskan aku melawan Jalout karena yang menentukan dalam pertarungan bukanlah hanya kekuatan fisik dan kebesaran badan. Akan tetapi yang lebih penting dari itu ialah keteguhan hati dan keuletan bertempur serta iman dan kepercayaan kepada Allah yang menentukan hidup matinya seseorang hamba-Nya."
"Beberapa hari yang lalu aku telah berhasil menangkap seekor singa dan membunuhnya tatkala ia hendak menyergap dombaku dan sebelum itu terjadi pula aku menghadang seekor beruang yang ganas dan berhasil membunuhnya setelah bergulat mati-matian."
"Maka bukanlah usia atau kekuatan badan yang merupakan faktor yang menentukan dalam pertempuran tetapi keberanian dan keteguhan hati serta kelincahan dan kecepatan bergerak dengan disertai perhitungan yang tepat, itulah merupakan senjata yang lebih ampuh dalam setiap pertarungan."
Mendengar kata-kata yang penuh semangat yang keluar dari hati yang ikhlas dan jujur sedarlah Thalout bahawa pemuda itu berkemauan keras ingin melawan Jalout.
Ia percaya kepada dirinya sendiri bahwa ia dapat mengalahkannya maka diberinyalah izin dan restu oleh Thalout untuk melaksanakan kehendaknya dengan diiringi doa semuga Allah melindunginya dan mengaruniai nya dengan kemenangan yang diharapkan oleh seluruh anggota pasukan.
Kemudian ia diberinya pedang, topi baja dan zirah baju besi namun ia tidak mau mengenakan pakaian yang berat itu dan pedang pun ia menolak untuk membawanya dengan alasan ia belum biasa menggunakan senjata itu. Ia hanya membawa sebuah tongkat beberapa batu kerikil dan sebuah bandul untuk melemparkan batu-batu itu.
Berkatalah Thalout kepadanya:
"Bagaimana engkau dapat bertarung dengan hanya bersenjatakan tongkat, bandul dan batu-batu melawan Jalout yang bersenjatakan pedang, panah dan berpakaian lengkap?"
Pemuda itu menjawab: "Tuhan yang telah melindungiku dari taring singa dan kuku beruang akan melindungiku pula dari pedang dan panah Jalout yang durhaka itu."
Lalu dengan berbekalkan senjata yang sangat sedrhana itu, keluarlah ia dari tengah barisan Bani Isra'il menuju gelanggang di mana Jalout sedang menari-nari mengelu-elukan pedangnya seraya berteriak-teriak mengejek dan menyombangkan diri.
Tatkala Jalout melihat bahwa yang masuk gelanggang hendak bertanding dengan dia adalah seorang pemuda remaja tidak bersenjatakan pedang atau panah dan tidak pula mengenakan topi baja dan zirah, dihinalah ia dan diejek dengan kata-kata:
"Untuk apakah tongkat yang engkau bawa itu."
Untuk mengejar anjingkah atau untuk memukul anak-anak yang sebaya dengan engkau? Di mana pedangmu dan zirahmu?,rupanya engkau sudah bosan hidup dan ingin mati padahal engkau masih muda yang belum merasakan suka-dukanya kehidupan dan yang masih harus banyak belajar dari pengalaman.
Majulah engkau ke sini akan aku habisi nyawamu dalam sekejap mata dan akan kujadikan dagingmu makanan yang lezat bagi binatang-binatang di darat dan burung-burung di udara."
Sang pemuda menjawab:
"Engkau boleh bangga dengan zirah dan topi bajamu, boleh merasa kuat dan ampuh dengan pedang dan panahmu yang tidak akan sanggup menyelamatkan nyawamu dari tanganku yang masih halus dan bersih ini. Aku datang ke sini dengan nama Allah Tuhan Bani Isra'il yang telah lama engkau hina, engkau jajah dan engkau tundukkan."
"Engkau sebentar lagi akan mengetahui pedang dan panahkah yang akan mengakhiri hayatku atau kehendak Allah dan kekuasaan-Nya yang akan merenggut nyawamu dan mengirimkan engkau ke neraka Jahannam?"
Melihat Jalout melangkah maju, maka sebelum ia sempat mendekatinya, sang pemuda segera mengeluarkan batu dari sakunya, melemparkannya dengan bandul tepat ke arah kepala Jalout yang seketika itu juga mengalirkan darah dengan derasnya hingga menutupi kedua matanya, lalu diikuti dengan lemparan batu kedua dan ketiga oleh sang pemuda hingga terjatuhlah Jalout tertiarap di atas lantai menghembuskan nafas terakhirnya.
Bergemuruhlah suara teriakan gembira dan sorak-sorai dari pihak pasukan Bani Isra'il menyambut kemenangan pemuda gagah perkasa itu atas Jalout,jagoan dan kebanggaan bangsa Palestina.
Dan dengan matinya Jalout hilanglah semangat tempur pasukan Palestina dan mundurlah mereka melarikan diri tunggang-langgang seraya dikejar dan dihajar tanpa ampun oleh pasukan Thalout yang telah memperoleh kembali semangat juangnya dan harga diri serta kebanggaan nasionalnya.
Isi cerita di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-Baqarah" ayat 246 - 251.
Ia menyusun bala tenteranya dari orang-orang yang masih kuat, tidak mempunyai tanggungan keluarga, tidak mempunyai ikatan-ikatan dagang usaha sehingga dapat membulatkan tekadnya untuk berjuang dan memusatkan fikiran dan tenaga bagi mencapai kemenangan dan menghalau musuh dari negeri mereka dengan semangat yang teguh yang tidak tergoyahkan.
Sebagai ujian untuk mengetahui sampai sejauh mana rakyatnya atau barisan tentaranya yang disusun itu berdisiplin mengikuti komando dan perintahnya.
Thalout berkata kepada mereka:
"Kamu dalam perjalananmu di bawah terik panasnya matahari akan melalui sebuah sungai. Maka barang siapa di antara kamu minum dari air sungai itu, ia bukan pengikutku yang setia yang dapat kupercayai kesungguhan hatinya dan kebulatan tekadnya.
Sebaliknya barangsiapa di antara kamu yang hanya menciduk air sungai itu seciduk tangan untuk sekadar membasahi kerongkongannya, maka ia ialah seorang pengikutku dan tentera yang benar-benar dapat kuandalkan keberaniannya dan kedisiplinannya."
Ternyata apa yang dikhuatirkan oleh Thalout telah terjadi dan menjadi kenyataan. Setiba barisan tentera Thalout di sungai yang dimaksudkan itu, hanya sebagian kecil sajalah dari mereka yang disiplin mengikuti petunjuk Thalout secara tepat.
Sedang bagian yang besar tidak dapat bersabar menahan dahaganya dan minumlah mereka dari air sungai itu sepuas-puas hatinya.
Walaupun telah terjadi pelanggaran disiplin oleh sebahagian besar dari anggota tentaranya, thalout tetap berkeras hati melanjutkan perjalanannya menuju ke medan perang dengan pasukan yang tidak bersatu padu dan disiplin sebagaimana ia duga dan harapkan.
Ia hanya bersandar dan mengandalkan kekuatan tentaranya kepada bagian kecil yang sudah terbukti setia dan patuh kepada perintah dan petunjuknya.
Sedang terhadap mereka yang sudah melanggar perintahnya dan minum dari air sungai itu, Thalout bersikap sabar, lunak dan bijaksana untuk menghindari keretakan di dalam barisan tenteranya sebelum menghadapi musuh.
Tatkala mereka tiba di medan perang dan berhadapan dengan musuh, sebagian dari pasukan Thalout adalah mereka yang telah melanggar perintah dan minum dari air sungai, merasa kecil hati dan ketakutan melihat pasukan musuh yang terdiri dari orang-orang kuat dan besar-besar dengan peralatan yang lebih lengkap dan jumlah tentara yang lebih besar di bawah pimpinan seorang komandan bernama "Jalout".
Jalout, panglima komandan pasukan musuh terkenal seorang panglima yang berani, cakap dan terkenal tidak pernah kalah dalam peperangan. Tiap orang yang berani bertarung dengan dia pasti mati terbunuh. Namanya telah menimbulkan rasa takut dan kecil hati pada mayoritas dari pasukan Thalout. berkata mereka kepadanya:
"Kami tidak berdaya dan tidak akan sanggup menghadapi dan melawan Jalout berserta tentaranya hari ini. Mereka lebih lengkap peralatannya dan lebih besar bilangannya daripada pasukan kami."
Akan tetapi kelompok yang setia yang merupakan golongan yang kecil dalam pasukan Thalout, tidak merasa takut dan gentar menghadapi Jalout dan bala tentaranya.
Walaupun mereka lebih besar dan lebih lengkap peralatannya karena mereka datang ke medan perang mengikuti Thalout dengan tekad yang bulat hendak membebaskan negerinya dari para penyerbu dengan berbekal tawakkal dan iman kepada Allah.
Sejak mereka melangkahkan kaki keluar dari rumah mereka sudah berniat bulat berjuang bermati-matian melawan musuh yang telah merampas rumah dan tanah mereka dan bersedia mati untuk tugas suci itu. Berkata mereka kepada kawan-kawannya kelompok pengecut itu:
"Majulah terus untuk bertempur melawan musuh. Kami tidak akan kalah karena bilangan yang sedikit atau kerana kelemahan fisik. Kami akan menbawal kemenangan bila iman di dalam dada kami tidak tergoyahkan dan kepercayaan kami akan pertolongan Allah tidak menipis."
"Berapa banyak terjadi sudah, bahwa kelompok yang kecil jumlahnya mengalahkan kelompok yang besar, bila Allah mengizinkannya dan memberikan pertolongan-Nya. Dan Allah selalu berada di sisi orang-orang yang beriman, sabar dan bertawakkal."
Dengan tidak menghiraukan kasak-kusuk dan bisikan kelompok pengecut yang ingin mundur dan melarikan diri dari kewajiban berperang, Raja Thalout terus maju memimpin pasukannya seraya bertawakkal kepada Allah memohon pertolongan dan perlindungan-Nya.
Setelah kedua pasukan merapat berhadapan satu dengan yang lain dan pertempuran dimulai.
Keluarlah dari tengah-tengah barisan bangsa Palestina, panglima besarnya yang bernama Jalout berteriak dengan sekuat suaranya menentang pasukan Thalout mengajak bertarung seorang lawan seorang berulang-ulang ia berseru dengan suara yang lantang agar pihak Thalout mengeluarkan seorang yang akan melawan dia bertanding dan bertarung namun tidak seorang pun keluar dari tengah pasukan Bani Isra'il menghadapinya.
Kata-kata ejekan dan hinaan dilontarkan oleh Jalout kepada pihak musuhnya, pasukan Bani Isra'il yang sedang dicekam oleh rasa takut dan bimbang menghadapi Jalout yang sudah termasyur sebagai jago yang tidak pernah terkalahkan itu.
Pada saat yang kritis dan tegang itu di mana rasa malu rendah diri memenuhi dada dan hati para pemimpin pasukan Bani Isra'il yang sedang memandang satu kepada yang lain, seraya bertanya-tanya dalam hati masing-masing gerangan siapakah di antara mereka yang dapat maju membungkam mulut si Jalout yang berteriak-teriak itu dan melawannya.
Datanglah pada saat itu menghadap raja Thalout seorang lelaki remaja berparas tampan, bertubuh kekar dan tegak, sinar matanya memancarkan keberanian dan kecerdasan. Ia meminta izin dari sang raja untuk keluar menyambut tentangan Jalout dan menandinginya.
Thalout merasa kagum akan keberanian pemuda yang telah menawarkan dirinya untuk bertarung dengan Jalout, sementara orang-orang dari pasukannya sendiri yang sudah berpengalaman berperang tidak ada yang tergerak hatinya untuk menyahut cabaran Jalout yang berteriak-teriak melontarkan ejekan dan hinaan.
Thalout dengan cermat memperhatikan perawakan sang pemuda itu merasa berat dan ragu-ragu untuk memberi izin kepadanya turun ke gelanggang melawan Jalout. Ia tidak membayangkan seorang dalam usia semuda itu, yang belum pernah turun ke medan perang dan tiak berpengalaman bertarung akan selamat dan keluar hidup dari pertarungan melawan Jalout.
Ia benar-benar bukan tandingannya, kata hati Thalout, bahkan merupakan suatu dosa bila ia melepaskan pemuda itu bertarung dengan Jalout. Sayang bagi usianya yang masih muda itu bila ia akan menjadi korban dan makanan pedang Jalout yang tidak pernah memberi ampun kepada lawan-lawannya.
Sang pemuda dengan memperhatikan roman muka Thalout dapat menangkap isi hatinya bahwa ia ragu-ragu dan bimbang untuk melepaskannya bertarung dengan Jalout maka berkatalah ia kepadanya:
"Janganlah engkau terpengaruh oleh usia mudaku dan keadaan fisikku yang menjadikan engkau ragu-ragu dan khawatir melepaskan aku melawan Jalout karena yang menentukan dalam pertarungan bukanlah hanya kekuatan fisik dan kebesaran badan. Akan tetapi yang lebih penting dari itu ialah keteguhan hati dan keuletan bertempur serta iman dan kepercayaan kepada Allah yang menentukan hidup matinya seseorang hamba-Nya."
"Beberapa hari yang lalu aku telah berhasil menangkap seekor singa dan membunuhnya tatkala ia hendak menyergap dombaku dan sebelum itu terjadi pula aku menghadang seekor beruang yang ganas dan berhasil membunuhnya setelah bergulat mati-matian."
"Maka bukanlah usia atau kekuatan badan yang merupakan faktor yang menentukan dalam pertempuran tetapi keberanian dan keteguhan hati serta kelincahan dan kecepatan bergerak dengan disertai perhitungan yang tepat, itulah merupakan senjata yang lebih ampuh dalam setiap pertarungan."
Mendengar kata-kata yang penuh semangat yang keluar dari hati yang ikhlas dan jujur sedarlah Thalout bahawa pemuda itu berkemauan keras ingin melawan Jalout.
Ia percaya kepada dirinya sendiri bahwa ia dapat mengalahkannya maka diberinyalah izin dan restu oleh Thalout untuk melaksanakan kehendaknya dengan diiringi doa semuga Allah melindunginya dan mengaruniai nya dengan kemenangan yang diharapkan oleh seluruh anggota pasukan.
Kemudian ia diberinya pedang, topi baja dan zirah baju besi namun ia tidak mau mengenakan pakaian yang berat itu dan pedang pun ia menolak untuk membawanya dengan alasan ia belum biasa menggunakan senjata itu. Ia hanya membawa sebuah tongkat beberapa batu kerikil dan sebuah bandul untuk melemparkan batu-batu itu.
Berkatalah Thalout kepadanya:
"Bagaimana engkau dapat bertarung dengan hanya bersenjatakan tongkat, bandul dan batu-batu melawan Jalout yang bersenjatakan pedang, panah dan berpakaian lengkap?"
Pemuda itu menjawab: "Tuhan yang telah melindungiku dari taring singa dan kuku beruang akan melindungiku pula dari pedang dan panah Jalout yang durhaka itu."
Lalu dengan berbekalkan senjata yang sangat sedrhana itu, keluarlah ia dari tengah barisan Bani Isra'il menuju gelanggang di mana Jalout sedang menari-nari mengelu-elukan pedangnya seraya berteriak-teriak mengejek dan menyombangkan diri.
Tatkala Jalout melihat bahwa yang masuk gelanggang hendak bertanding dengan dia adalah seorang pemuda remaja tidak bersenjatakan pedang atau panah dan tidak pula mengenakan topi baja dan zirah, dihinalah ia dan diejek dengan kata-kata:
"Untuk apakah tongkat yang engkau bawa itu."
Untuk mengejar anjingkah atau untuk memukul anak-anak yang sebaya dengan engkau? Di mana pedangmu dan zirahmu?,rupanya engkau sudah bosan hidup dan ingin mati padahal engkau masih muda yang belum merasakan suka-dukanya kehidupan dan yang masih harus banyak belajar dari pengalaman.
Majulah engkau ke sini akan aku habisi nyawamu dalam sekejap mata dan akan kujadikan dagingmu makanan yang lezat bagi binatang-binatang di darat dan burung-burung di udara."
Sang pemuda menjawab:
"Engkau boleh bangga dengan zirah dan topi bajamu, boleh merasa kuat dan ampuh dengan pedang dan panahmu yang tidak akan sanggup menyelamatkan nyawamu dari tanganku yang masih halus dan bersih ini. Aku datang ke sini dengan nama Allah Tuhan Bani Isra'il yang telah lama engkau hina, engkau jajah dan engkau tundukkan."
"Engkau sebentar lagi akan mengetahui pedang dan panahkah yang akan mengakhiri hayatku atau kehendak Allah dan kekuasaan-Nya yang akan merenggut nyawamu dan mengirimkan engkau ke neraka Jahannam?"
Melihat Jalout melangkah maju, maka sebelum ia sempat mendekatinya, sang pemuda segera mengeluarkan batu dari sakunya, melemparkannya dengan bandul tepat ke arah kepala Jalout yang seketika itu juga mengalirkan darah dengan derasnya hingga menutupi kedua matanya, lalu diikuti dengan lemparan batu kedua dan ketiga oleh sang pemuda hingga terjatuhlah Jalout tertiarap di atas lantai menghembuskan nafas terakhirnya.
Bergemuruhlah suara teriakan gembira dan sorak-sorai dari pihak pasukan Bani Isra'il menyambut kemenangan pemuda gagah perkasa itu atas Jalout,jagoan dan kebanggaan bangsa Palestina.
Dan dengan matinya Jalout hilanglah semangat tempur pasukan Palestina dan mundurlah mereka melarikan diri tunggang-langgang seraya dikejar dan dihajar tanpa ampun oleh pasukan Thalout yang telah memperoleh kembali semangat juangnya dan harga diri serta kebanggaan nasionalnya.
Isi cerita di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-Baqarah" ayat 246 - 251.
Catatan tambahan
Nabi
Musa wafat pada usia 150 tahun di atas sebuah bukit bernama "Nabu", di
mana ia diperintahkan oleh Allah untuk melihat tanah suci yang
dijanjikan (Palestin) namun tidak sampai memasukinya.
Belum ada Komentar untuk "KISAH NABI MUSA AS"
Posting Komentar